Kemendag: Handicraft Lokal Tetap Jadi Primadona
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Srie Agustina menyatakan kebanggaannya bahwa kerajinan tangan (handicraft) lokal tetap menjadi pilihan utama bagi masyarakat lokal meskipun ada handicraft asing yang ikut dalam pameran handicraft Indonesia (Inacraft) 2015.
“Yang menarik ada stan dari produk-produk yang bukan produk Indonesia seperti Malaysia, Dubai, India. Kelihatan sekali konsumen Indonesia ada stan dari luar negeri saya perhatikan mereka tetap datang ke stan lokal,” kata Srie ketika ditemui dalam Pameran Inacraft 2015 di JCC Senayan Jakarta Selatan, Rabu (8/4).
Menurutnya handicraft lokal memiliki unsur seni dan kreatifitas yang tinggi jika dibandingkan dengan negara lain. Walaupun produk handicraft ada yang bisa dibuat secara massal tapi terkadang corak antara produk yang satu dengan yang lain itu bisa berbeda.
“Inilah yang menjadikan produk handicraft lokal memiliki ciri khas tersendiri dan nilai tambah untuk diekspor ke mancanegara karena mengandung unsur seni dan kreatifitas di situ.”
Dia mengatakan bahwa saat ini sudah banyak perajin yang memilih pewarna alami dari kulit manggis atau daun sebagai bahan baku dan ciri khas produk mereka. Srie beranggapan bahwa langkah ini sudah sangat baik sehingga produk-produk itu kembali kepada alam dan mengarah kepada sustainable fashion (fashion berkelanjutan).
“Kalau melihat prosesnya sangat menarik. Contohnya tenun. Setelah proses penenunan, ternyata baru daun untuk pewarna itu ditempeli. Jadi warna daunnya itu melekat baru nanti dilakukan pencelupan sekali lagi dengan pewarna alamnya. Tenun dan ikat dengan memakai pewarna alami ini sudah diminati oleh pembeli dari luar negeri. Jangan sampai orang asing meminati produk itu tapi malah orang Indonesia tidak memahami.”
Terkait dengan standardisasi, Srie mengatakan bahwa setiap produk itu pasti ada. Namun, untuk handicraft tidak ada ukuran tertentu yang diterapkan dalam setiap produknya karena memiliki unsur seni, kreatifitas dan orisinalitas berbeda yang memiliki nilai tambah tersendiri. Produk handicraft ini diukur berdasarkan selera seni dari perajin dan pembeli.
“Misalnya batu akik yang saat ini sedang tren. Kan tidak bisa distandardisasi. Orang menilai ini Rp 4 juta ada yang bilang Rp 12 juta. Tergantung itu jadi ada orang yang menghargai seni jadi kreatifitas disitu nilai tambahnya. Jadi kita bisa menyimpulkan bahwa handicraft Indonesia ini bisa dijual dari unsur seni kreatifitasnya,” kata dia.
Editor : Eben Ezer Siadari
Seluruh Pengurus PGI Periode 2024-2029 Dilantik dalam Ibadah...
TORAJA, SATUHARAPAN.COM-Majelis Pekerja Harian (MPH), Badan Pengawas (BP), Majelis Pertimbangan (MP)...