Kemendikbud Akan Buka Hotline Pengaduan Intoleransi di Sekolah
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Kementerian Pendidikan dan Kebudayaanakan mengeluarkan surat edaran dan membuathotlinekhusus pengaduan. Hal ini untuk menghindari terulangnya pelanggaran berupa intoleransi di lingkungan sekolah.
Hal ini terkait dengan adanya peraturan di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 2 Padang, Sumatera Barat yang mengharuskan semua siswa perempuan mengenakan jilbab, termasuk yang non Muslim. Hal ini telah menjadi sorotan banyak pihak setelah satu orangtua siswa mengunggah kasusnya dalam vide di media sosial.
"Sebagai upaya atas kejadian ini dalam waktu dekat kami akan mengeluarkan surat edaran dan membuka hotlinekhusus pengaduan untuk menghindari terulangnya pelanggaran serupa," kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, dalam video yang diunggah di akun media sosial.
Dalam pernyataan sebelumnya, Kemendikbud menyesalkan tindakan intoleransi saat seorang siswi non Muslim diminta mengenakan hijab di sekolah. Nadiem bahkan menyatakan bahwa harus ada sanksi tegas terhadap setiap pelaku yang terbukti melanggar peraturan di satuan pendidikan itu, termasuk kemungkinan membebaskan jabatan pihak yang terlibat pelangaran ini.
Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kemendikbud, Wikan Sakarinto, dalam pernyataan pekan ini mengatakan, sangat menyesalkan tindakan yang tidak sesuai dengan peraturan tersebut. “Ketentuan mengenai pakaian siswa/siswi di satuan pendidikan telah diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan,” kata Wikan dalam siaran persnya.
Ketentuan mengenai seragam sekolah telah diatur melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 45 tahun 2014 tentang Pakaian Seragam Sekolah Bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Permendikbud tentang pakaian seragam sekolah ini tidak mewajibkan model pakaian kekhususan agama tertentu menjadi pakaian seragam sekolah.
Selain itu, sekolah tidak boleh membuat peraturan atau himbauan bagi peserta didik untuk menggunakan model pakaian kekhususan agama tertentu sebagai pakaian seragam sekolah. Sekolah juga tidak boleh melarang jika peserta mengenakan seragam sekolah dengan model pakaian kekhususan agama tertentu berdasarkan kehendak orang tua, wali, dan peserta didik yang bersangkutan.
“Dinas Pendidikan harus memastikan Kepala sekolah, guru, pendidik, dan tenaga pendidikan untuk mematuhi Permendikbud Nomor 45 tahun 2014,” kata Wikan dalam pernyataan pers.
Menyikapi kasus ini, Kepala Dinas Pendidikan Sumbar, telah menyatakan sikapnya bahwa akan melakukan evaluasi terhadap aturan yang sifatnya diskriminatif itu, dan mengambil tindakan tegas terhadap aparatnya yang tidak mematuhi peraturan.
Kemendikbud mengapresiasi langkah pemerintah daerah yang bertindak cepat untuk menuntaskan persoalan ini. “Kami mendukung setiap langkah investigasi dan penuntasan persoalan ini secepat mungkin untuk memastikan kejadian yang sama tidak terulang baik di sekolah yang bersangkutan atau di daerah lain,” tegasnya.
Kemendikbud juga meminta dan terus mendorong seluruh pemerintah daerah untuk konsisten melakukan sosialisasi atas Permendikbud Nomor 45 tahun 2014. Dengan demikian, seluruh dinas pendidikan, satuan pendidikan, dan masyarakat memiliki pemahaman yang sama mengenai ketentuan seragam sekolah.
Kemendikbud berharap, seluruh warga pendidikan mampu memahami, menjalankan, dan menjaga agar rasa saling menghormati dan toleransi dapat diwujudkan semaksimal mungkin.
“Harapannya tidak akan terjadi lagi praktik pelanggaran aturan terkait pakaian seragam yang menyangkut agama dan kepercayaan seseorang di satuan Pendidikan. Kami di Kementerian, akan terus bekerja keras dan mengambil langkah-langkah tegas agar praktik intoleransi dilingkungan pendidikan dapat dihentikan,” kata Wikan.
Editor : Sabar Subekti
Awas Uang Palsu, Begini Cek Keasliannya
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Peredaran uang palsu masih marak menjadi masalah yang cukup meresahkan da...