Kemenhub: Sepeda Listrik Diharapkan Masuk ke Kendaraan Umum
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Kementerian Perhubungan tengah merancang payung hukum tentang kendaraan listrik berbasis sepeda yang nantinya diharapkan bisa dimasukan ke kendaraan umum agar memudahkan masyarakat yang membawanya dari rumah (first mile) dan bisa kembali digunakan dari halte/stasiun menuju kantor (last mile).
“Kendaraan ‘personal mobility device, menteri sampaikan empat jenis kendaraan ini untuk first mile dan last mile. Jadi pada saat masyarakat mau ke angkutan umum, bisa gunakan kendaraan ini kemudian nanti dibawa masuk ke angkutan umum setelah turun dipakai lagi,” kata Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi di Jakarta, Jumat (21/2).
Empat kendaraan tersebut, di antaranya skuter listrik, hoverboard, otoped dan unicycle yang belum dimasukkan ke dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
“Jadi kita akan memayungi pengguna dan pabrikannya. Kalau aspek keselamatan pada pabrikan mungkin ditambahkan stiker pemantul cahaya, harus ada lampunya untuk pemakaian malam, dan kecepatan tidak boleh lebih dari 25 kilometer per jam. Kalau lebih, sudah masuk kategori sepeda motor,” katanya.
Untuk itu, Budi mengatakan pihaknya tengah menggodok aspek keselamatan yang perlu diatur, misalnya usulan penggunaan helm, usia minimal pengguna dan jumlah pengendara dalam satu kendaraan.
“Rancangannya, Permenhub sudah kita siapkan, tapi kan kita harus menguji ini kira-kira kalau yang disampaikan menteri adalah aspek keselamatan, yang sudah saya ‘breakdown’ dalam norma-norma ini sudah sesuai belum. Ada aturan bagaimana penggunaannya, helm, usia, bisa dipakai berdua enggak. kita juga bahas jalan umumnya,” katanya.
Dalam hal ini, Ia menambahkan, pihaknya juga berkoordinasi dengan Pemda, terutama Pemrov DKI Jakarta di mana penggunaan kendaraan listrik semacamnya mulai marak.
“DKI sudah memberikan rekomendasi kendaraan jenis ini boleh di jalur sepeda. Tapi DKI dalam regulasi tidak boleh di trotoar karena ada aspek lain. Tapi di beberapa negara sebagian besar pakai trotoar. Kemudian juga tidak boleh dipakai nyebrang Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) karena rusak. Jadi kita butuh satu payung hukum yang sifatnya memayungi Pergub atau Pemda, tapi nanti saat turun ke pemda kita buka satu klausul bahwa aturan lebih lanjut di masing-masing daerah bisa disesuaikan kondisi daerah masing-masing oleh Pergub,” katanya.
Penggunaan trotoar oleh sepeda atau skuter dilarang, tutur Budi, karena kejadian yang sebelumnya di mana ada korban jiwa dalam penggunaan skuter listrik di kawasan Senayan, Jakarta.
“DKI mungkin enggak mau kecolongan lagi setelah ada kejadian yang skuter tertabrak mobil, makanya langsung buat jalur sepeda, itu cukup untuk infrastruktur, tapi masih belum cukup karena hanya gunakan marka. Saran saya, mungkin harus ada barrier seperti traffic cone sehingga ada jalur khusus dan tidak dilanggar oleh pengguna mobil atau motor masuk ke jalur sepeda,” katanya.
Terkait skema pengawasan, Budi mengatakan pihaknya juga berkoordinasi dengan Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Polri.
“Kakorlantas terkait pengawasan, kalau ada pelanggaran dalam UU 22 bisa ditilang SIM atau STNK. Kalau ini, mungkin bisa kendaraannya ditahan. Tapi ini bisa dijalankan melalui regulasi Gubernur,” katanya.
Beijing Buka Dua Mausoleum Kaisar Dinasti Ming untuk Umum
BEIJING, SATUHARAPAN.COM - Dua mausoleum kaisar di Beijing baru-baru ini dibuka untuk umum, sehingga...