Kemenhub Tindaklanjuti Rekomendasi KNKT Investigasi Kecelakaan JT 610
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan menindaklanjuti rekomendasi hasil investigasi Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), terkait dengan kecelakaan pesawat Lion Air PK-LQP nomor penerbangan JT 610.
Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub Polana B Pramesti di Jakarta, Jumat (25/10), menyampaikan bahwa Ditjen Hubud mengapresiasi dan akan menindaklanjuti hasil investigasi oleh KNKT, yang sejalan dengan keselamatan dan keamanan penerbangan.
"Kami mengapresiasi KNKT yang telah melakukan investigasi mendalam dan menghormati hasil investigasi yang telah dikeluarkan terhadap kecelakaan pesawat JT-610 yang terjadi di Perairan Tanjung Karawang, tahun lalu. Selanjutnya, kami akan menindaklanjuti hasil rekomendasi yang dikeluarkan oleh KNKT," kata dia.
Setelah kecelakaan berupa jatuhnya pesawat JT-610, Ditjen Hubud telah melakukan pemeriksaan khusus terhadap aspek kelaikudaraan seluruh pesawat Boeing B737 MAX-8.
Kemudian setelah kejadian Ethiopian Airlines, Ditjen Hubud memerintahkan agar semua pesawat dengan jenis B737 MAX-8 yang beroperasi di Indonesia, dinyatakan dibekukan sementara atau “temporary grounded".
Selanjutnya, memperhatikan CANIC (Continues Airworthinnes Notification to the International Community) yang diterbitkan FAA pada 13 Maret 2019, dilakukan penghentian operasi atau ”grounded" kepada semua pesawat Boeing jenis B737 MAX-8 yang beroperasi di Indonesia.
Polana menambahkan, Ditjen Hubud tetap berkomitmen untuk memastikan keselamatan dan keamanan penerbangan.
Selain itu, akan terus melakukan koordinasi dengan komunitas dan organisasi internasional, khususnya Federal Aviation Administration (FAA) dan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional/International Civil Aviation Organization (ICAO), untuk tetap memastikan terpenuhinya keselamatan dan keamanan penerbangan sipil di Indonesia.
KNKT Temukan Sembilan Faktor Berkontribusi Kecelakaan JT 610
Sementara itu, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menemukan sembilan faktor yang berkontribusi dalam kecelakaan pesawat Lio Air JT 610
“KNKT menemukan sembilan hal yang apabila terhindar mungkin tidak terjadi kecelakaan,” kata Kepala Sub Komite Kecelakaan Penerbangan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Nurcahyo dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (25/10).
Sembilan faktor, di antaranya asumsi terkait reaksi pilot yang dibuat pada saat proses desain dan sertifikasi pesawat Boeing 737-8 (MAX), meskipun sesuai dengan referensi yang ada ternyata tidak tepat.
Kedua, mengacu asumsi yang telah dibuat atas reaksi pilot dan kurang lengkapnya kajian terkait efek-efek yang dapat terjadi di cockpit, sensor tunggal yang diandalkan untuk sistem peringatan dini, atau Maneuvering Characteristics Augmentation System (MCAS), dianggap cukup dan memenuhi ketentuan sertifikasi.
Ketiga, desain MCAS yang mengandalkan satu sensor rentan terhadap kesalahan.
Keempat, pilot mengalami kesulitan melakukan respons yang tepat terhadap pergerakan MCAS yang tidak seharusnya, karena tidak ada petunjuk dalam buku panduan dan pelatihan.
Kelima, indikator penunjuk sikap atau angle of attack "disagree" tidak tersedia di pesawat Boeing 737-8 (MAX) PK-LQP, berakibat informasi ini tidak muncul pada saat penerbangan dengan penunjukan sudut AOA yang berbeda antara kiri dan kanan, sehingga perbedaan ini tidak dapat dicatatkan oleh pilot dan teknisi tidak dapat mengidentifikasi kerusakan AOA sensor.
Keenam, AOA sensor pengganti mengalami kesalahan kalibrasi yang tidak terdeteksi pada saat perbaikan sebelumnya.
Ketujuh, investigasi tidak dapat menentukan pengujian AOA sensor setelah terpasang pada pesawat yang mengalami kecelakaan dilakukan dengan benar, sehingga kesalahan kalibrasi tidak terdeteksi.
Kedelapan, informasi mengenai stick shaker dan penggunaan prosedur non-normal Runaway Stabilizer pada penerbangan sebelumnya tidak tercatat pada buku catatan penerbangan, dan perawatan pesawat mengakibatkan baik pilot maupun teknisi tidak dapat mengambil tindakan yang tepat.
Kesembilan, beberapa peringatan, berulangnya aktifasi MCAS dan padatnya komunikasi dengan ATC tidak terkelola dengan efektif. Hal ini diakibatkan oleh situasi-kondisi yang sulit dan kemampuan mengendalikan pesawat, pelaksanaan prosedur non-normal, dan komunikasi antar pilot, berdampak pada ketidakefektifan koordinasi antarpilot dan pengelolaan beban kerja. Kondisi ini telah teridentifikasi pada saat pelatihan dan muncul kembali pada penerbangan ini. (Ant)
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...