Loading...
SAINS
Penulis: Sabar Subekti 12:15 WIB | Selasa, 18 Juni 2024

Kemenkes Catat 88 Ribu Kasus BDB, Waspada di Musim Kemarau

Nyamuk Aedes aegypti, penyebab demam berdarah dengue. (Foto ilustrasi: dok. Ist)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Hingga minggu ke-17 tahun 2024, tercatat 88.593 kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan 621 kasus kematian di Indonesia. Berdasarkan laporan, dari 456 kabupaten/kota di 34 provinsi, kematian akibat DBD terjadi di 174 kabupaten/kota di 28 provinsi.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi puncak kemarau akan terjadi pada bulan Juli dan Agustus 2024. Pada Juli 2024, kemarau diprediksikan terjadi di sebagian pulau Sumatera, Banten, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Kalimantan Barat, dan sebagian Kalimantan Utara.

Sedangkan pada Agustus 2024, kemarau diprediksi terjadi di sebagian Sumatera Selatan, Jawa Timur, sebagian besar pulau Kalimantan, Bali, NTB, NTT, sebagian besar pulau Sulawesi, Maluku, dan sebagian Pulau Papua.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dr. Imran Pambudi, menyampaikan, kemarau diperkirakan akan meningkatkan frekuensi gigitan nyamuk. Sebab, nyamuk akan sering menggigit ketika suhu meningkat.

“Jadi, kita dapat penelitian, waktu suhunya 25 derajat celcius itu nyamuk menggigitnya lima hari sekali. Tapi, kalau suhunya 20 derajat celcius, nyamuk akan menggigit dua hari sekali. Ini dapat meningkatkan potensi kasus terjadi saat Juli dan Agustus saat suhu udara tinggi,” kata Direktur dr. Imran Pambudi saat temu media yang dilakukan secara luring di Kantor Kemenkes.

Siklus Makin Pendek

Kasus DBD di Indonesia mengalami pemendekan siklus, yang mengakibatkan peningkatan Incidence Rate (IR) dan penurunan Case Facility Rate (CFR). “Terjadi pemendekan siklus tahunan dari 10 tahun menjadi 3 tahun bahkan kurang, yang disebabkan oleh fenomena El Nino,” kata dr. Imran.

Kasus DBD berhasil diturunkan sekitar 35% pada 2023 dan awal 2024. Kendati demikian, pada pekan ke-22 2024, kasus DBD kembali mengalami kenaikan mencapai 119.709 kasus. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan total kasus DBD pada 2023 yang mencapai 114.720 kasus. “Jumlah kasus DBD saat ini sudah lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah kasus di tahun 2023,”  kata Imran.

Meskipun kasus DBD meningkat, jumlah kasus kematian akibat DBD menunjukkan penurunan. Pada 2023, jumlah kematian akibat DBD mencapai 894 kasus, sedangkan pada 2024 minggu ke-22 terdapat 777 kasus kematian.

“Kunci penangananya yang saya lihat di DKI ini, begitu terdeteksi demam berdarah langsung masuk rumah sakit untuk diopname karena kalau pulang akan susah dilakukan monitoring, yah, monitoring kebocoran cairannya itu susah. Itulah kunci untuk menurunkan case facility rate seminimal mungkin,” kata Imran.

Berdasarkan data distribusi kasus DBD sesuai kelompok umur dalam tiga tahun terakhir, kelompok umur 15 hingga 44 tahun merupakan kelompok yang paling banyak terkena DBD dalam tiga tahun terakhir. Sedangkan, untuk kasus kematian akibat DBD dalam tujuh tahun terakhir, kelompok umur 5 hingga 14 tahun merupakan yang paling rentan. “Kalau kita melihat dari kasusnya kita bisa lihat anak-anak memang lebih rentan untuk menjadi lebih buruk kondisinya,” kata Imran.

Lima Kota Terbanyak Catat Kasus

Pada 2024, terdapat lima kabupaten/kota dengan jumlah kasus DBD tertinggi, yaitu Bandung, Depok, Tangerang, Jakarta Barat, dan Jakarta Timur. Sementara itu, terdapat lima kabupaten/kota dengan jumlah kasus dengan IR tertinggi, yaitu Kendari, Gianyar, Kutai Barat, Klongkong, dan Tomohon.

Kasus kematian DBD terbanyak pada 2024 terjadi di lima kabupaten/kota, yaitu Bandung, Klaten, Subang, Kendal, dan Jepara. Sedangkan CFR tertinggi terdapat di lima kabupaten/kota yaitu Tidore Kepulauan, Purworejo, Mandailing, Barru, dan Surakarta.

Imran menyampaikan, Kemenkes melakukan enam strategi nasional penanggulangan dengue sebagai respons kenaikan kasus DBD. Pertama, penguatan manajemen vektor yang efektif, aman, dan berkesinambungan. Kedua, peningkatan akses dan mutu tata laksana dengue.

Ketiga, penguatan surveilans dengue yang komprehensif serta manajemen KLB yang responsif. Keempat, peningkatan pelibatan masyarakat yang berkesinambungan. Kelima, penguatan komitmen pemerintah, kebijakan manajemen program, dan kemitraan. Keenam, pengembangan kajian, invensi, inovasi, dan riset sebagai dasar kebijakan dan manajemen program berbasis bukti.

Mengenali Gejala DBD

Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Prof. Dr. dr. Erni J. Nelwan. Ph.D, Sp.PD, K-PTI, FACP, FINASIM, menyampaikan informasi penting mengenai cara mengenal gejala dan tanda DBD, serta upaya pencegahan dan pemberantasan sarang nyamuk dengan 3M Plus.

Beberapa tanda dan gejala DBD yaitu, mendadak demam tinggi, sakit kepala, nyeri pada tulang dan otot, timbul bercak kemerahan, hidung berdarah, sakit di belakang mata, mual dan muntah, serta kelelahan. “Namun, gejala nggak khas, yah, tapi dominannya demam,” kata Erni.

Pencegahan dan pemberantasan dengue sangat penting dilakukan dengan vaksinasi dan tanpa mengenyampingkan upaya 3M plus yaitu, Menguras (membersihkan) bak mandi, vas bunga atau wadah lain yang berisiko, Menutup rapat tempat penampungan air, Memanfaatkan atau mendaur ulang barang bekas, dan Mencegah gigitan dan perkembangbiakan nyamuk.

“Saat ini, kita juga sudah ada vaksin dan punya upaya teknologi nyamuk ber-Wolbachia agar virus nggak survive,” Kata Prof. Dr. Erni.

Selain teknologi wolbachia untuk tindakan preventif dengue, salah satu inovasi yang juga dilakukan Kemenkes adalah vaksin DBD yang mampu mengurangi risiko komplikasi serius demam berdarah dengue. Vaksin DBD tersebut belum masuk program, tetapi sudah dapat diakses dan BPOM sudah memberikan persetujuan untuk vaksin itu.

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home