Kemenlu AS: Ryamizard Bukan Jenderal Pelanggar HAM
WASHINGTON, SATUHARAPAN.COM – Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat melansir pernyataan yang membantah keterlibatan Jenderal (Purn) TNI Ryamizard Ryacudu tindakan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) sebagaimana dituduhkan oleh sejumlah aktivis HAM kepada menteri pertahanan dalam kabinet Jokowi-JK tersebut.
Berbicara di hadapan wartawan Gedung Putih (28/10), Juru Bicara Kementerian Luar Negeri AS, Jen Psaki mengatakan bahwa pemerintah AS sejauh ini tidak melihat adanya "tuduhan yang dikaitkan dengan menteri pertahanan (Indonesia) yang secara eksplisit merupakan pelanggaran HAM." Namun ia juga menambahkan bahwa pemerintah AS akan terus menelusuri dan mengamati hal ini secara seksama.
Sejumlah aktivis HAM di dalam dan luar negeri mempertanyakan keputusan Presiden Joko Widodo menetapkan Ryamizard yang mantan KASAD TNI, menjadi menteri pertahanan. Ryamizard yang memimpin operasi militer berskala besar untuk menumpas kaum separatis Aceh pada tahun 2003, dianggap bertanggung-jawab terhadap berbagai pelanggaran HAM dalam operasi itu.
Namun, seorang pejabat AS yang dikutip kantor berita AP mengatakan bahwa pelanggaran HAM tersebut merupakan tanggung jawab TNI, bukan tanggung jawab pribadi pemimpinnya.
Di bagian lain keterangannya, Jen Psaki mengatakan TNI telah melakukan reformasi secara signifikan dalam 16 tahun terakhir, seiring dengan transisi Indonesi menuju negara demokrasi. Pemerintah AS, kata dia, mengharapkan tren reformasi tersebut terus berlanjut.
Pemerintah AS sempat memutuskan hubungan militer dengan TNI setelah terjadi konflik militer berdarah di kawasan Timor Timur pada 1999. Namun, hubungan kedua negara membaik secara bertahap sejak itu. Bantuan militer AS ke TNI pun sudah pulih sejak 2010.
Allan Nairn, wartawan terkemuka AS yang melakukan berbagai investigasi pelanggaran HAM di sejumlah negara sedang berkembang, termasuk di Timor Timur, salah seorang yang aktif menentang penetapan Ryamizard. Wartawan yang meraih berbagai penghargaan dan pernah dipenjara di Indonesia di era Soeharto ini, sudah mengungkapkan penolakannya terhadap Ryamizard, beberapa hari sebelum pengumuman nama-nama menteri di kabinet Jokowi.
"Jokowi selalu mengatakan, ia ingin kabinet yang bersih. Namun sepertinya, ia mempertimbangkan untuk menunjuk seorang jenderal yang telah didakwa melakukan kejahatan kemanusiaan (Wiranto). Seorang jenderal lain yang dipertimbangkan adalah Ryamizard, yang memimpin pembantaian di Aceh serta secara terbuka menyasar warga sipil sepanjang Darurat Militer," tulisnya melalui situs pribadinya, www.allannairn.org.
"Jika ini benar, Jokowi akan dituntut pertanggungjawabannya atas kejahatan-kejahatan mereka," dia melanjutkan.
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...