Kepulangan Kristen Irak Bergantung dari Pemerintah
MOSUL, SATUHARAPAN.COM – Peneliti di Pusat Internasional untuk Studi Radikalisasi di King College, London, Charlie Winters, mengatakan beberapa kelompok minoritas antara lain Kristen dan Muslim non-Sunni lain, saat ini masih menunggu kesempatan untuk kembali ke wilayahnya di Mosul, Irak Utara, namun keberanian mereka masih harus didukung oleh langkah konkret Pemerintah Irak.
Saat ini, menurut World Watch Monitor, hari Senin (30/1), sejumlah pengungsi yang dulu sempat menghuni Mosul dan beberapa kota di Irak menunggu kesempatan untuk kembali ke kota-kota tersebut, setelah pasukan Irak dan sekutu berhasil merebut kembali sejumlah kota tersebut dari kelompok ekstremis.
Charlie Winters mengatakan kelompok ekstremis Islamic State Iraq and Syria (ISIS) telah menanamkan propaganda dengan berani dan cenderung nekat, dan memiliki karakteristik yang serupa dengan Arab Saudi.
Winter mengatakan tidak akan ada Irak baru, pasca pendudukan ISIS, dan saat ini Pemerintah Irak harus memberi semangat kepada seluruh rakyat Irak, setelah pasukan Irak dan sekutu berhasil meraih kemenangan atas kelompok ekstremis tersebut.
Dia mengemukakan Pemerintah Irak harus melakukan berbagai langkah penting yang diperlukan bagi kota yang terdiri atas penduduk yang beragam tersebut.
Dia mengatakan, penting bagi pemerintah Irak yang dipimpin Syiah agar menunjukkan kepedulian terhadap penduduk yang hidup di bawah pendudukan kelompok ekstremis dengan cara membangun kembali semangat hidup penduduk yang hilang.
Winter menilai kebangkitan kelompok ekstremis ISIS terjadi akibat ketidakpuasan di kalangan Sunni Irak yang meningkat selama perdana menteri Nouri al-Maliki, yang memperkuat kekuasaan untuk kepentingan pribadi.
“Cara terbaik bagi penduduk Irak untuk melepaskan diri dari trauma pengaruh ISIS yakni pemerintah harus meningkatkan rasa percaya diri penduduk agar berusaha untuk hidup normal, namun tidak mengabaikan apa yang telah terjadi, di sisi lain tetap berusaha membangun layanan publik, selain itu juga membuat orang berbicara satu sama lain lagi, menghidupkan perdagangan lagi,” kata Winter.
Dia menambahkan penduduk sipil yang tinggal-tinggal di kota saat ini kurang mendapat dukungan jika dibandingkan dengan dahulu.
Winter mengingatkan jika Pemerintah Irak terus-menerus mengalami kegagalan mengatasi perpecahan sektarian, maka stabilitas yang sudah terjadi bertahun-tahun di Irak akan hilang.
Dia mengkritik Donald Trump saat berkampanye di pemilihan Presiden Amerika Serikat (AS), yang akan mengusir orang-orang yang terkait dengan terorisme keluar dari Negeri Paman Sam tersebut.
Organisasi yang mengadvokasi orang-orang Kristen atau yang mengalami kekerasan di Timur Tengah, Open Doors, percaya bahwa kesamaan hak-hak warga dan negara, kebebasan untuk menerima perbedaan di setiap aspek kehidupan, dan upaya rekonsiliasi yang biasanya berasal dari kelompok organisasi agama, merupakan tiga elemen penting untuk mencapai perdamaian berkelanjutan di Mosul dan Niniwe.
Irak Membutuhkan Kristen
Open Doors, dan beberapa organisasi yang memiliki kegiatan serupa, menghasilkan laporan terperinci tentang kontribusi penting orang Kristen di Irak (dan Suriah).
Koordinator laporan itu, yang tidak ingin disebutkan namanya, mengatakan: “Kami membutuhkan pengakuan peran penting Gereja dalam pembangunan kembali Irak dan rekonsiliasi. Mempertahankan kehadiran Kristen tidak hanya memperhatikan keberadaan umat Kristen, tetapi melihat kebaikan masyarakat Kristen secara keseluruhan. Dalam laporan penelitian, kami telah melakukan pemetaan dengan berbagai cara semua kelompok Kristen berkontribusi bagi Irak,” demikian bunyi laporan tersebut. (worldwatchmonitor.org)
Editor : Sotyati
Presiden Prabowo Gelar Pertemuan Bilateral dengan Presiden M...
RIO DE JANEIRO, SATUHARAPAN.COM-Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, mengadakan pertemuan ...