Keputusan The Fed Angkat Mata Uang Negara Berkembang
HONG KONG, SATUHARAPAN.COM – Kurs dolar melemah pada hari Jumat (18/9), dengan mata uang negara-negara berkembang terlihat menguat, setelah Bank Sentral Amerika Serikat atau US Federal Reserve (The Fed) menunda kenaikan suku bunganya, tetapi kebanyakan pasar ekuitas turun setelah bank memberikan prospek suram untuk ekonomi global.
Setelah salah satu pertemuan yang paling ditunggu-tunggu tahun ini, gubernur bank sentral AS, Janet Yellen mengatakan krisis di Tiongkok dan gejolak baru-baru ini di pasar dunia telah memainkan peran dalam mempertahankan biaya pinjaman di nol.
Keputusan The Fed menyusul peringatan dari seluruh dunia tentang dampak mengerikan yang bisa terjadi dari kenaikan suku bunga, dengan Bank Dunia memprediksi pekan ini itu akan menyebabkan "badai sempurna" di pasar keuangan.
"Banyak fokus kami pada risiko-risiko seputar Tiongkok, tetapi tidak hanya Tiongkok, negara-negara berkembang secara lebih umum dan bagaimana mereka mungkin berimbas kepada Amerika Serikat," kata Yellen pada konferensi pers setelah pengumuman itu
"Kami telah melihat arus keluar modal yang signifikan dari negara-negara mereka, tekanan pada nilai tukar mereka dan kekhawatiran tentang kinerja mereka ke depan," Yellen mengatakan tentang ekonomi negara-negara berkembang.
"Pertanyaannya adalah apakah ada atau tidak kemungkinan risiko-risiko pelambatan yang lebih tiba-tiba daripada yang kebanyakan analis perkirakan."
Berita itu mendorong dolar lebih rendah. Dolar dibeli 119,98 yen di Tokyo pada awal perdagangan, dibandingkan dengan 120,90 yen di Asia pada Kamis. Euro berada di 1,1414 dolar terhadap 1,1302 dolar sehari sebelumnya.
Mata uang negara-negara berkembang yang sedang kesulitan, yang telah meningkat minggu ini karena harapan bank sentral AS akan menahan kenaikan suku bunga, juga lebih tinggi. Won Korea Selatan bertambah 0,05 persen, ringgit Malaysia menguat 0,60 persen dan dolar Singapura 0,15 persen lebih tinggi.
"Ruang Bernapas"
"Untuk bank-bank sentral negara berkembang, Fed telah memberi mereka beberapa ruang bernapas yang sangat dibutuhkan," kata Jonathan Lewis, seorang pelaku di Samson Capital Advisors LLC yang berbasis di New York.
"Penundaan pengetatan The Fed ini memberikan bank-bank sentral ruang untuk lebih akomodatif, tanpa tindakan mereka diimbangi oleh pengetatan Fed," ia menambahkan, menurut Bloomberg News.
Para ekonom telah memperingatkan kenaikan sekarang sangat bisa merugikan negara-negara berkembang, karena investor kemungkinan akan dana-dana mereka ke Amerika Serikat untuk imbal hasil lebih baik dan lebih aman.
Hal ini, pada gilirannya, akan memaksa bank sentral lainnya untuk menaikkan suku bunga - di waktu yang sama karena berusaha untuk mendorong pertumbuhan - dalam upaya mendukung mata uang mereka dan mencegah pelarian modal.
Sementara berita berarti kebijakan moneter AS tetap lebih akomodatif, komentar Yellen tentang keadaan ekonomi dunia juga menakutkan investor, dengan pasar-pasar saham regional lebih rendah.
Tokyo anjlok hampir dua persen pada awal perdagangan, setelah naik selama tiga hari lalu. Sydney dan Seoul juga mundur.
Namun, Tai Hui, kepala strategi pasar di Asia JP Morgan Asset Management, yang berbasis di Hong Kong, mengatakan kenaikan itu masih mungkin terjadi karena ekonomi AS terus meningkat kuat.
"Kenyataannya adalah bahwa kenaikan suku bunga masih akan datang, apakah itu sebelum akhir tahun atau pada 2016. Jadi, saya tidak percaya kita sudah bebas dari apapun," katanya kepada Bloomberg TV di Hong Kong. (AFP/Ant)
Editor : Bayu Probo
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...