Kerusuhan di Ethiopia Meningkat, Korban Lebih dari 80 Orang
ADDIS ABABA, SATUHARAPAN.COM-Lebih dari 80 orang tewas dalam unjuk rasa di wilayah Oromiya, Ethiopia, menyusul pembunuhan terhadap seorang penyanyi populer, kata seorang komisioner polisi regional kepada lembaga penyiaran Ethiopia yang dikelola pemerintah, hari Rabu (1/7).
Korban tewas termasuk 78 warga sipil dan tiga anggota pasukan keamanan, kata Komisaris Bedassa Merdassa.
Jumlah itu tidak termasuk kematian di ibu kota Addis Ababa, di mana seorang polisi tewas dan sejumlah orang yang tidak disebutkan tewas dalam tiga ledakan pada hari Selasa (30/6). Penyanyi itu ditembak mati pada hari Senin (29/6) malam.
Musisi Haacaaluu Hundeessaa ditembak mati dalam apa yang dikatakan polisi sebagai pembunuhan yang ditargetkan. Protes pecah keesokan paginya di ibu kota dan kota-kota lain di wilayah Oromiya.
Lagu-lagu Haacaaluu menjadi soundtrack bagi generasi muda yang demonstrasi di jalanan selama tiga tahun, dan memuncak dengan pengunduran diri perdana menteri sebelumnya, Haelamariam Desalegn, dan menjadi awal era kebebasan politik yang lebih besar. Pemakamannya dijadwalkan berlangsung pada hari Kamis (3/7).
Militer Diterjunkan di Lapangan
Militer dikerahkan di ibu kota Ethiopia pada hari Rabu, ketika gerombolan bersenjata berkeliaran di lingkungan di hari kedua kerusuhan yang telah merenggut lebih dari 80 nyawa dan memperdalam perpecahan politik dalam pemerintahan Perdana Menteri Abiy Ahmed.
Pembunuhan Hundeessaa menyulut berbagai keluhan yang dipicu oleh penindasan pemerintah selama beberapa dekade dan apa yang digambarkan oleh Oromo, kelompok etnis terbesar di Ethiopia, sebagai pengucilan sejarah mereka dari kekuasaan politik.
"Saya marah. Ini memakan saya dari dalam," kata pemrotes Ishetu Alemu. Suara tembakan bergema di banyak lingkungan dan geng bersenjatakan parang dan tongkat berkeliaran di jalanan. Enam saksi menggambarkan situasi yang mengadu domba pemuda asal Oromo dengan beberapa kelompok etnis lain di kota itu, dan di mana kedua belah pihak bentrok dengan polisi.
“Kami mengadakan pertemuan dengan masyarakat, dan kami disuruh mempersenjatai diri dengan apa pun yang kami miliki, termasuk parang dan tongkat. Kami tidak lagi mempercayai polisi untuk melindungi kami, jadi kami harus mempersiapkan diri,” kata seorang warga Addis Ababa, yang seperti orang lain yang diwawancarai meminta untuk tidak disebutkan namanya karena takut akan pembalasan.
Militer telah dikerahkan di beberapa daerah, kata warga. Satu menggambarkan jalan yang dipenuhi dengan batu yang dilemparkan oleh demonstran anti-Oromo ke polisi.
Perdebatan Pemakaman
Banyak warga khawatir pemakaman Haacaaluu di kota kelahirannya, Ambo, dapat memicu lebih banyak kekerasan. "Pasukan keamanan telah menyerbu kota kami, kami tidak bisa pergi berkabung. Tidak ada kendaraan yang bergerak kecuali patroli keamanan dengan senapan mesin," kata maha siswa berusia 27 tahun dari Ambo, sekitar 100 kilometer dari Addis Ababa.
Perdebatan mengenai apakah akan mengubur Haacaaluu di Ambo atau Addis mengungkap ketegangan politik yang mengipasi protes, kata Profesor Awol Allo di Universitas Keele Inggris.
"Ini sangat diperdebatkan. Etnis Oromo mengklaim kota (Addis) sebagai milik mereka, karena terletak sepenuhnya di negara bagian Oromo," katanya. Tetapi ibu kota berada di bawah kontrol federal, bukan regional.
Perselisihan tentang Addis memicu tiga tahun demonstrasi berdarah di jalan yang menyebabkan pengunduran diri perdana menteri sebelumnya dan pengangkatan Abiy pada tahun 2018. Musik Haacaaluu adalah soundtrack generasi muda Oromos yang mempelopori protes. (Reuters)
Editor : Sabar Subekti
Tentara Ukraina Fokus Tahan Laju Rusia dan Bersiap Hadapi Ba...
KHARKIV-UKRAINA, SATUHARAPAN.COM-Keempat pesawat nirawak itu dirancang untuk membawa bom, tetapi seb...