Keterpilihan Perempuan dalam Pilkada Serentak Masih Rendah
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Tingkat keterpilihan calon kepala daerah perempuan, tak mencapai separuh dari jumlah keseluruhan. Dari 124 calon kepala daerah perempuan, hanya 46 orang yang kemudian menjadi kepala daerah terpilih. Angka tersebut juga terlalu kecil jika dibandingkan dengan kepala daerah laki-laki terpilih.
“Ada 264 daerah yang melaksanakan pilkada dan hanya 46 orang perempuan yang terpilih, dari 528 orang yang terpilih menjadi kepala daerah,” kata Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Maharddhika, di Gondangdia, Jakarta Pusat (20/12).
Ia mengatakan, kepala daerah perempuan terpilih rata-rata memenangkan pilkada serentak dengan perolehan suara sebanyak 57,24 persen. “Yang terpilih sebagai wakil kepala daerah 22 orang (33,33 persen), dengan rata-rata kemenangan 44,5 persen,” katanya.
Jika dilihat lebih rinci, persentase kepala daerah perempuan terpilih tak mencapai 50 persen, yaitu 41,38 persen. Di antara jumlah tersebut, katanya, petahana dan kader partai mendominasi kepala daerah perempuan terpilih. “Ini bisa menunjukkan kalau mesin partai di daerah itu berjalan untuk bisa memenangkan (calon) perempuannya,” katanya.
Meski tak mencapai 50 persen, Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini mengatakan, keterpilihan perempuan dalam pilkada serentak lalu merupakan perkembangan yang signifikan dalam konteks kehadiran perempuan dalam konstelasi politik di daerah.
“Pilkada langsung, ternyata lebih bersahabat kepada perempuan ketimbang pilkada tak langsung,” kata dia.
Hadapi Ekstrimnya Parlemen, Kepala Daerah Perempuan Butuh Kawalan
Sementara itu, dari 46 calon kepala daerah perempuan memenangi Pilkada Serentak 2015. Keberadaan mereka dalam konstelasi politik di daerah menjanjikan arah yang lebih baik bagi kebijakan-kebijakan yang ramah terhadap perempuan. Namun demikian, kepala daerah perempuan terpilih masih harus menghadapi tingginya tingkat fragmentasi parlemen di daerah untuk mengimplementasikan program mereka.
“Visi, misi, dan program itu akan menemui tantangan ketika mereka dilantik. Pertama, tingginya tingkat fragmentasi parlemen daerah yang terpolarisasi,” kata Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Mahardhika, di Gondangdia, Jakarta Pusat (20/12).
Ia mengatakan, tingkat Effective Number of Parliament Party (ENPP) di daerah mencapai 7,4. Dengan demikian, tingkat fragmentasi dalam parlemen terbilang sangat ekstrim, sehingga perempuan harus melakukan lobi terhadap banyak partai agar visi, misi, dan programnya dapat terimplementasi menjadi kebijakan.
Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini mengatakan, tingkat ENPP ideal adalah 3 sampai 5. “Ketika angka fragmentasi parlemennya di atas tujuh, kekhawatiran berikutnya adalah, perempuan, dalam kerja-kerjanya, bisa jadi akan menghadapi tekanan politik dari parlemen,” katanya.
Tekanan politik dari parlemen berpotensi, mengakibatkan politik saling mengunci antara parlemen dan eksekutif yang kemudian dapat berujung pada politik transaksional. “Jadi, partai yang mengusung perempuan, masyarakat sipil, gerakan perempuan, dan media harus mengawal keterpilihan mereka,” kata dia. (rumahpemilu.org)
Editor : Eben E. Siadari
Polusi Udara Parah, Pengadilan India Minta Pembatasan Kendar...
NEW DELHI, SATUHARAPAN.COM-Pengadilan tinggi India pada hari Jumat (22/11) memerintahkan pihak berwe...