Ketua FSAB: Pemerintah Tidak Pernah Melibatkannya dalam Penyelesaian Konflik Masa Lalu
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Ketua Forum Silaturahmi Anak Bangsa (FSAB), Suryo Susilo, menyayangkan bahwa pemerintah tidak pernah memanfaatkan melibatankan FSAB dalam upaya menyelsaikan konflik dan pelanggaran HAM (hak asasi manusia) berat pada masa lalu.
Itu diungkapkan dalam acara talkshow FSAB dengan tajuk “Dari Silaturahmi ke Rekonsiliasi, Mungkinkah?” yang disiarkan RRI Pro 3, hari Selasa (14/6). Ini juga memperngati 20 tahun FSAB. Hadir juga sebagai pembicara Agus Widjojo yang sekarang menjabat sebagai Duta Besar Indonesia di Manila, dan Edna R. Pattiasina dari Indonesia Strategic and Defence Studies (ISDS) yang juga seorang wartawati.
Agus Widjojo mengatakan bahwa rekonsiliasi bukan hanya didasarkan pada pengakuan bersalah pelaku dan perlakuan rehabilitasi bagi para korban. Rekonsiliasi didasarkan pada martabat manusia dengan membangun perdamaian, menghilangkan rasa dendam. Selama 20 tahun, FSAB berupaya mempersatukan anak bangsa, karena masih ada kultur di mana orang-orang berkelompok berdasarkan konflik masa lalu.
Oleh karena itu, Agus menekankan bahwa rekonsiliasi harus berusaha untuk mengatasi dendam masa lalu. Salah satu syaratnya memang harus diungkapkan kebenaran untuk menyembuhkan luka masa lalu. “Tapi ini yang paling sulit diwujudkan, karena membutuhkan kemampuan untuk berdiskusi dan berdebat,” katanya.
Agus mengakui bahwa di internal FSAB ada perbedaan pandangan bahwa dialog di FSAB bisa membantu proses rekonsiliasi, namun ada yang berpandangan tidak perlu rekonsiliasi, toh di antara para pihak sudah bisa duduk bersama dengan baik.
Agus mengatakan duduk bersama dengan keluarga pelaku, bukan berarti permisif terhadap apa yang dilakukan pada masa lalu, tetapi itu salah satu cara terbaik untuk perdamaian. Dan itu harus dilakukan meskipun bisa makan bersama, tetapi masih ada dendam, sehingga dialog bisa menjadi upaya merintis perdamaan.
Dia menambahkan bahwa banyak hal yang dilakukan FSAB dan itu bisa memberi pencerahan bagi pemerintah untuk menyelesaikan konflik masa lalu.
Menyebarkan “Virus” Perdamaian
Suryo Susilo berpendapat bahwa apa yang dilakukan oleh FSAB selama 20 tahun juga berdampak dengan menyebarnya “virus” perdamaian ke masing-masing kelompok yang terkait konflik masa lalu. Mungkin rekonsiliasi masih belum bisa diwujudkan di generasi kedua dari konflik masa lalu ini, dan baru bisa diwujudkan pada generasi ketiga.
Itu karena dia melihat selama ini elite-elite politik masih sering menggunakan konflik untuk kepentingan politik praktis dan kepentingan sesaat. Kembali dia mengatakan menyayangkan bahwa forum mereka tidak pernah dimanfaatkan oleh pemerintah untuk terlibat dalam menyelesaikan konflik masa lalu. Padahal FSAB berusaha untuk menyatukan para pihak dan mencairkan relasi, dan berkolaborasi untuk membangun kebersamaan.
Edna Pattiasina menilai bahwa proses rekonsiliasi butuh waktu, tidak bisa instan. Konflik masa lalu perlu diselesaikan dengan dialog para pihak dan silaturahmi para pihak penting ketimbang sekadar keputusan politik.
Edna mengatakan keputusan pemerintah menyelsaikan konflik masa lalu itu niat baik, namun diperlukan dialog yang melibatkan semua pihak. Dan situasi sekarang bisa tidak mudah jika elite politik sering menggunakan konflik untuk kepentingan sesaat.
Dia menilai 20 tahun perjalanan FSAB memang tidak sempurna, tetapi usaha untuk “nongkrong bersama” bisa melegakan, karena rekonsiliasi membutuhkan proses yang lebih riil dan sangat penting adanya ruang dialog.
Editor : Sabar Subekti
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...