Ketua MPR: Arcandra Kembali Jadi Menteri Hak Presiden
PADANG, SATUHARAPAN.COM - Ketua MPR RI, Zulkifli Hasan mengatakan pengangkatan kembali Arcandra Tahar menjadi menteri merupakan hak prerogratif presiden.
"Pengangkatan menteri hak presiden, jadi terserah beliau siapa yang akan diangkatnya jadi pembantunya," katanya usai menghadiri kuliah umum sosialisasi empat pilar kebangsaan di IAIN IMAM Bonjol Padang, Sumatera Barat (Sumbar), hari Jumat (16/9).
Ia menambahkan pemulihan kembali status kewarganegaraan Archandra menjadi warga negara Indonesia itu dipermudah saja.
"Pemain bola saja warganegara asing, boleh menjadi warga negara Indonesia, apalagi orang Sumatera Barat, jadi warga negara lain saja hebat, menjadi warga negara kita, kenapa tidak," ujarnya.
Sebelumnya, pengamat hukum Universitas Bung Hatta Padang, Miko Kamal menilai tindakan hukum pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM yang meneguhkan kewarganegaraan mantan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar sudah tepat.
Alasannya, jelasnya secara hukum Arcandra belum kehilangan kewarganegaraan karena pemerintah belum pernah mencatatkannya dalam lembaran negara sebagaimana amanat hukum kewarganegaraan.
Menurutnya keharusan mencatatkan kehilangan kewarganegaraan seorang warga negara di dalam lembaran negara adalah pengejawantahan dari asas publisitas yang dianut oleh UU Kewarganegaraan UU nomor 2 Tahun 2006.
"Kemudian, secara hukum, tidak lagi beban bagi pemerintahan Jokowi untuk mengangkat kembali Arcandra Tahar sebagai menteri ESDM dan saatnya memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada Jokowi untuk mempergunakan hak prerogatifnya sebagai Presiden," ujarnya.
Presiden telah memberhentikan Arcandra dari jabatannya sebagai Menteri ESDM pada 14 Agustus 2016 karena diketahui berkewarganegaraan Amerika Serikat.
Kemudian pada 1 September 2016, Menkumham mengeluarkan surat yang mengukuhkan kembali status kewarganegaraan Indonesia bagi Arcandra.
Pengukuhan kembali status kewarganegaraan Arcandra tersebut mempertimbangkan prinsip "non-stateless" atau prinsip yang tidak mengakui asas apatride, berpayung hukum Pasal 23 dan 32-35 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan dan PP Nomor 2 Tahun 2007. (Ant)
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...