Ketum ISEI Desak Jokowi Jawab Masalah Ekonomi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Ketua Umum Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Darmin Nasution mengungkapkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang dicapai saat ini dinilai tidak memberikan harapan yang cukup untuk pembangunan masa depan. Dia mendesak kepada pemerintah khususnya Presiden RI Joko Widodo untuk menjawab persoalan-persoalan ekonomi yang saat ini melanda Indonesia.
Untuk itu, dia mengundang Jokowi hadir bersilaturahmi dengan pengusaha, akademisi, investor pasar modal dan perbankan dalam acara “Presiden Jokowi Menjawab Tantangan Ekonomi” yang digelar di Jakarta Convention Center (JCC) Jakarta Selatan hari Kamis (9/7).
Di depan Jokowi, Darmin mengungkapkan keprihatinannya terhadap pertumbuhan ekonomi yang akhir-akhir ini melambat seiring dengan goyahnya ekonomi global.
“Ada empat persoalan pokok yang perlu dijawab yaitu perlambatan pertumbuhan ekonomi, harga dan ketersediaan bahan pokok, kestabilan rupiah, dan tabungan masyarakat.
Darmin, kemudian memaparkan bahwa tren perlambatan pertumbuhan ekonomi ini sudah menurun sejak 2013 dan terjadi pertumbuhan negatif di luar pulau Jawa seperti Kalimantan, Sumatera dan Sulawesi.
“Perlambatan juga terjadi pada (penjualan barang) konsumsi karena penghasilannya terganggu. Berdasarkan data dari Bank Indonesia, persepsi (tingkat kepercayaan) konsumen (dalam berkonsumis) itu menurun bahkan negatif. Selain itu, perkembangan produksi dan investasi juga stagnan,” kata Darmin di JCC hari Kamis (9/7).
Menurut sumber data dari Badan Pusat Statistik, kata dia, indeks produksi menurun pada tingkat paling rendah dalam lima tahun terakhir. Kemudian, terjadi penurunan pertumbuhan, bahkan negatif impor barang modal dan bahan baku.
“Hal ini mengindikasikan penurunan investasi sektor manufaktur,” kata dia.
Darmin juga mengungkapkan bahwa permintaan kredit berupa investasi, kerja dan konsumsi perbankan menurun dan kenaikan NPL (non performing loan atau kredit macet) di perbankan mengalami kenaikan. Menurutnya, kenaikan NPL ini dipicu oleh penurunan aktivitas sektor yang berkaitan dengan sektor komoditas.
Menurutnya, efektivitas kebijakan fiskal (pendapatan dari pajak) merupakan kunci permasalahan. Di satu sisi pemerintah sudah mengumpulkan pajak dan bahkan memiliki target yang sangat besar. Namun, di sisi lain kemampuan pemerintah dalam membelanjakannya sangat lambat. Target pajak yang sangat tinggi dengan berbagai inisiatif intensifikasi perpajakan yang berlebihan juga dinilai mengganggu iklim dunia usaha.
“Uang yang tersedia untuk dibelanjakan pemerintah pada tahun ini (2015) jauh lebih besar ketimbang tahun lalu (2014), namun tidak efektif dalam pos pembelanjaan. Kebijakan fiskal dinilai tidak memberi stimulasi ekonomi yang cukup,” kata dia.
Dia menilai jika belanja modal dan barang pemerintah berjalan dengan baik maka dunia usaha akan bergairah melakukan investasi dan konsumsi rumah tangga pun akan ikut naik.
Editor : Eben Ezer Siadari
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...