Khofifah Usul Pelaku Kejahatan Seksual Dimatikan Syaraf Libidonya
BOGOR, SATUHARAPAN.COM – Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa kembali mengingatkan sanksi hukum yang diberikan kepada para pelaku kejahatan seksual haruslah memberikan efek jera, sanksi berat dapat dilakukan salah satunya dengan mematikan syaraf libidonya.
"Februari lalu saya sudah sampaikan ini, seyogyanya ada pemberatan hukuman. Mereka yang predator ini sudah seyogyanya diberikan hukum berat antara lain dimatikan syaraf libidonya," kata Khofifah usai menghadiri pembukaan TOT votes education PP Muslimat Nahdlatul Ulama di Kota Bogor, Jawa Barat, hari Jumat (9/10).
Khofifah mengatakan, dimatikan syaraf libido yang dimaksudkan tidak berarti mengamputasi, tetapi bisa dimatikan dengan mengoleskan zat kimia tertentu atau bisa juga melalui operasi yang dapat mematikan syaraf libido predator kejahatan seksual.
"Saya diberikan keterangan operasi mematikan syaraf libido ini bukanlah operasi berat," katanya.
Menurut Khofifah, hukum berat ini perlu dilakukan sebagai efek jera. Karena ada kemungkinan predator kejahatan seksual yang sudah dipenjara begitu bebas keluar mengulangi kembali perbuatannya dengan korban yang bisa lebih banyak.
Selain itu, lanjut Khofifah, korban yang disodomi punya kecenderungan menyodomi kembali. Karena rata-rata predator itu juga dulunya korban.
"Hal-hal ini kurang kita sadari, jadi proses sodomi berantai seperti ini kalau tidak melakukan vonis yang merakan pelaku, saya khawatir ini akan terus terjadi," kata Khofifah.
Yang lebih mengkhawatirkan lagi, lanjut Khofifah, kecenderungan masyarakat di daerah yang menutup-nutupi kejadian perkosaan atau sodomi karena dikhawatirkan akan mempermalukan keluarga korban, sehingga tidak mau mempublikasikannya ke masyarakat luas.
"Kita ini tidak terpublikasi, maka upaya untuk memperbaiki psikologi sosial akan terputus disitu," katanya.
Khofifah menyebutkan, malam ini dirinya bertemu dengan 30 anak yang menjadi korban predator. Anak-anak tersebut sudah mendapatkan pendampingan dari psikolog serta konselornya. Tetapi anak-anak tersebut masih mengalami trauma sampai sekarang.
Khofifah juga kembali mengingatkan bahwa negara sedang mengalami darurat kekerasan seksual. Status ini sudah pernah disampaikan Februari lalu, tetapi kasus kekerasan seksual kembali terjadi terutama pada anak.
Menurut Khofifah dapat dipahami ada daerah yang tidak mau dipublikasi kasus kekerasan seksual yang terjadi, tetapi hal tersebut tidak bisa dianggap tidak ada, karena akan mengganggu proses perbaikan psikologi sosialnya.
"Kita kembali diingatkan, peristiwa kekerasan seksual terjadi lagi. Kita harus meningkatkan kewaspadaan super ekstra," kata Khofifah.
Upaya yang dapat dilakukan lanjut Khofifah, dengan membentuk Satgas Peduli sosial tingkat RT yang sudah diusulkan Februari lalu. Kementerian Sosial sudah menyurati Kementerian Dalam Negeri untuk menginstruksikan bupati dan wali kota menyiapkan satuan tugas tersebut.
Satgas ini tersebut berjumlah antara lima sampai 10 orang yang bertugas tidak hanya membantu persoalan anak-anak saja tetapi juga penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS), dan lainnya.
"Kemensos dan UNICEF juga sudah meluncurkan buku standar minimum perlindungan anak. Standar ini penting untuk menjadi referensi bagi siapapun baik pemerintah maupun non pemerintah untuk mengetahui bagaimana cara perlindungan anak, ada 26 standar yang terapkan," katanya.(Ant)
Editor : Eben E. Siadari
Kekerasan Sektarian di Suriah Tidak Sehebat Yang Dikhawatirk...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penggulingan Bashar al Assad telah memunculkan harapan sementara bahwa war...