Kiat Menangkan Persaingan: Kenali Medan Pemasaran
SATUHARAPAN.COM - Produsen baterai Energizer pernah frustrasi ketika beriklan di televisi Hongaria. Apa pasalnya? Ternyata mayoritas pemirsa di sana menyangka perusahaannya memasarkan boneka kelinci bernama Bunny.
Kisah lainnya cukup menggelikan. Pengalaman itu dialami produsen perawatan bayi dari Amerika Serikat (AS).
Demi meningkatkan volume penjualan di negara yang sama, perusahaan meluncurkan iklan yang menggambarkan seorang ibu sedang merawat bayinya. Celakanya, si model iklan mengenakan cincin perkawinan di tangan kiri.
Dalam tradisi di Hongaria, wanita yang sudah menikah mengenakan cincin di tangan kanan. Hasilnya?
"Dalam benak pemirsa di Hongaria iklan itu justru kontroversial, karena terang-terangan 'mengumumkan' bahwa si ibu bayi belum menikah. Bagaimana pemasar produk tadi bisa yakin produknya bakal laku di sini?" ujar seorang praktisi iklan di Hongaria seperti dikutip dalam buku "45 Kisah Bisnis Top Pilihan".
Toko diskon paling hebat di AS, Wal-Mart, justru mengalami nasib sial ketika memasuki pasar Brasil. Potongan harga yang agresif, distribusi yang efisien, serta pemilihan barang dagangan yang selektif, hampir tidak bermanfaat untuk meningkatkan penjualan di gerai mereka di pinggiran kota Sao Paulo.
Hampir tidak ada yang menyentuh merchandise bergambar sepak bola Amerika berikut perlengkapan yang tersedia di sana. Maklum, di Brasil tidak satu orang pun yang memainkan sepak bola Amerika.
Bagi orang Brasil namanya "sepak bola" itu lazim disebut orang AS sebagai soccer. Mereka lebih kenal nama Pele, Ronaldo, atau Diego Maradona, ketimbang bintang paling top sepak bola Amerika mana pun.
Gerai Sam's Clubs di Brasil pun diliputi awan kelabu. Realisasi penjualan jauh di bawah harapan karena kebanyakan pelanggan tidak memiliki gudang pribadi untuk menampung pembelian dalam bentuk bulk (jumlah besar). Akibatnya puluhan forklift yang tersedia lebih banyak menganggur.
Suburnya lahan pertanian di Ukraina menarik minat produsen pupuk dan herbisida Monsanto untuk terjun ke sana. Pada 1993, perusahaan itu berhasil menjual produknya ke kementerian pertanian senilai 38 juta dolar AS.
Hanya saja pembayarannya baru bisa diterima setahun kemudian. Itu pun setelah Departemen Luar Negeri AS ikut campur tangan dengan melobi Presiden Ukraina, Leonid Kuchma yang baru terpilih.
Pengalaman buruk itu membuat perusahaan itu nekat menjual langsung ke distributor dan pertanian kolektif. Agaknya, langkah itu segera menimbulkan kemarahan apparatchick - sebutan untuk para birokrat di era Uni Soviet - yang merasa kehilangan sumber rezekinya.
Mereka kemudian mempermalukan pemakai produk Monsanto sebagai anasionalis karena membeli produk asing. Kemudian disusul keputusan pengadilan yang menetapkan perusahaan itu sebagai produk tidak aman kendati telah lolos seleksi ketat undang-undang pengawasan produk di AS.
Bahkan, petani pemakai produk itu dihambat memperoleh izin ekspor ke luar negeri. Akhirnya perusahaan itu memilih angkat kaki dari Ukraina.
Menghargai Budaya
Sementara itu, Anway, pelopor penjualan langsung asal AS, kena batunya ketika mengawali bisnisnya di Shanghai, Republik Rakyat Tiongkok. Distributor yang ingin bergabung cukup membayar 84 dolar AS untuk memperoleh paket sekotak sabun dan kosmetik.
Anway berkomitmen bila pelanggan merasa tidak puas, mereka dapat mengambil uangnya kembali secara penuh setiap saat - tanpa ditanya macam-macam - meski yang kembali tinggal botol kosong sekalipun.
Rupanya, kebijakan tadi disalahgunakan pelanggan
RRT yang memiliki karakter berbeda dengan pelanggan AS. Akibatnya Anway harus melakukan refund rata-rata mencapai 100.000 dolar AS sehari.
Seorang "pelanggan" bahkan ada yang memperoleh uang kembali sebesar 10.000 dolar AS dengan membawa delapan kantong berisi botol kosong. Guna menghindari kerugian yang lebih besar, Anway mengubah kebijakan soal refund khusus di pasar RRT.
Pengalaman tidak mengenakkan seperti di atas telah membuat HSBC, bank dengan jaringan internasional yang berkantor pusat di Hong Kong, berhati-hati ketika melalukan ekspansi ke luar negeri.
Dengan mengambil kalimat positioning "Bank dunia bertradisi Anda" atau "The world's local bank" sejak April 2002 meluncurkan tema iklan televisi yang amat menghargai budaya setempat. Misalnya, digambarkan meletakkan kaki di atas meja adalah hal yang lazim dilakukan di negeri Barat. Tetapi tidak demikian di Thailand.
Di Thailand perbuatan tersebut dianggap sangat tidak sopan. Demikian pula menunjuk dengan posisi lengan lurus ke depan dianggap sebagai perbuatan melanggar etika di Yunani.
Dengan mengusung tema seperti itu, HSBC ingin dipersepsikan sebagai bank bertaraf dunia yang tidak pernah meremehkan budaya lokal. Menurut hemat manajemen bank itu adalah penting bagi siapa saja memiliki pengetahuan tentang pelbagai tata cara dan praktik budaya lokal.
Sekalipun begitu, banyak juga yang cukup berhasil mengenal "medan" pemasaran. Misalnya, restoran waralaba McDonald's yang dikenal sebagai restoran yang berupaya dekat dengan tradisi dan cita rasa setempat.
Tidak mengherankan bila ayam goreng sajian restoran itu malahan lebih laku dibandingkan burger di negara-negara Malaysia, Singapura, dan Indonesia. Sementara, di Jerman dan Swiss, restoran itu menyajikan bir. Sajian wine bisa dijumpai di semua gerai McDonald's di Prancis.
Berkat pemahaman terhadap budaya anak muda di Eropa, AS dan Asia, produsen arloji Swiss SMH sukses meluncurkan Swatch. Jam tangan itu dirancang bergaya anak muda dengan harga murah.
Produsen arloji lainnya seperti Timex dan Rolex juga mampu bertahan karena mengenali pasar dengan baik. Agar harganya dianggap pelanggan tetap terjangkau, Timex, misalnya, cenderung memilih menjajakan produknya di gerai Wal-Mart atau Target ketimbang di gerai yang lebih mentereng seperti Saks Fith Avenue dan Harrod's.
Kesimpulannya?
Seorang pemasar perlu mengenali dengan baik medan yang akan diterjuni, persis seperti pelancong yang membekali diri dengan peta dan buku sebelum berwisata. Tanpa itu semua, dapat dipastikan si pemasar bakal "tersesat" di jalan.
Editor : Eben E. Siadari
Dampak Childfree Pada Wanita
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Praktisi Kesehatan Masyarakat dr. Ngabila Salama membeberkan sejumlah dam...