Kisah Sejuk Kerusuhan Kupang 1998
SATUHARAPAN.COM Di pengujung 1998 terjadi kerusuhan berbau SARA di Kupang. Kelompok minoritas Muslim menjadi korban kekerasan dan menderita kerugian cukup besar karena aset mereka, baik dalam bentuk rumah maupun masjid, habis dibakar oleh massa yang lepas kendali.
Di tengah kota Kupang tinggal keluarga Muslim yang membuka toko sembako. Mereka tidak berani membuka tokonya dan tidak berani keluar rumah karena ngeri. Mereka telah kehilangan harapan untuk bisa menyelamatkan nyawa dan harta kekayaannya.
Tak jauh dari rumah mereka, tinggalah keluarga Kristen yang menjadi pelanggan toko mereka. Mendengar ada kerusuhan yang berbau SARA dan melihat bahwa tetangganya yang Muslim ini ketakutan, keluarga Kristen itu segera mendatangi rumah tersebut dan mengajak mereka untuk cepat-cepat mengemasi barang berharga miliknya dan mengajak untuk tinggal di rumahnya. Selama beberapa hari, dengan hati-hati mereka memindahkan hampir semua harta keluarga Muslim untuk diselamatkan dari amuk massa ke rumah keluarga Kristen.
Keluarga Kristen itu telah menjadi sesama dari tetangga mereka. Keluarga Kristen itu turut merasakan kesengsaraan tetangganya. Pada titik ini tak ada istilah kami atau mereka. Kedua istilah itu sudah melebur menjadi kita.
Joseph Ratzinger, Paus Benediktus XVI, dalam bukunya Yesus dari Nazaret menulis: Aku harus menjadi sesama, baru dengan demikian orang lain menjadi penting seperti diriku sendiri.
Bagaimana dengan kita?
Editor: ymindrasmoro
Email: inspirasi@satuharapan.com
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...