Kisruh PPDB, DPR Panggil Mendikbud soal Penerimaan Siswa Baru Berdasarkan Zonasi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Dewan Perwakilan Rakyat berencana memanggil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, terkait Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sistem zonasi yang berjalan kisruh di sejumlah daerah.
Wakil ketua Komisi X DPR Reni Marlinawati mengatakan pada hari Senin (24/6), pihaknya akan bertanya sejauh mana PPDB ini telah dipersiapkan.
"Yang kedua, sejauh mana evaluasi yang sudah dilakukan terhadap PPDB tahun 2017, 2018. Ketiga, bagaimana kesiapan dan perangkat di lapangan sehingga kebijakan ini tetap dilaksanakan," kata Reni kepada BBC News Indonesia.
Berdasarkan sistem zonasi yang diterapkan Kementerian Pendidikan, seleksi penerimaan siswa baru didasarkan pada jarak rumah ke sekolah.
Sekolah negeri harus menerima calon siswa yang tinggal di wilayah yang sama, sebanyak minimal 90 persen dari daya tampung sekolah. Adapun siswa di luar zonasi bisa masuk lewat jalur prestasi atau jalur perpindahan tugas orang tua atau wali, dengan kuota masing-masing maksimal 5 persen dari daya tampung sekolah.
Mendikbud Muhadjir Effendy mengatakan, sistem zonasi bertujuan mengatasi ketimpangan pendidikan.
Kekisruhan dalam proses penerimaan siswa baru dirasakan Yuyun, seorang ibu yang baru saja mendaftarkan anak laki-lakinya ke satu SMA negeri di Rancaekek, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
Ia mengatakan, sudah berada di sekolah sejak pukul lima pagi demi mendapatkan nomor antrean, kemudian prosesnya baru selesai pada tengah hari.
"Panjang banget antreannya, banyak banget, lama lagi prosesnya," kata Yuyun, yang mengaku tidak bisa melakukan pendaftaran online.
Yuyun menilai sistem zonasi merugikan anaknya, karena menghambat sang anak untuk mendaftar di sekolah-sekolah negeri di Kota Bandung, yang ia pandang lebih berkualitas.
"Jadi terfokus di sini aja... Sementara yang NEM-nya (nilai hasil ujian nasional) tinggi kan kita inginnya pada sekolah di Bandung, mempermudah ke perguruan tinggi," katanya.
Kualitas Sekolah Belum Merata
Wakil Ketua Komisi X DPR, Reni Marlinawati mengatakan, ada orang tua yang merasa dirugikan oleh sistem zonasi lantaran kualitas semua sekolah negeri di daerah belum sama, sehingga orang tua berlomba-lomba mendaftarkan anaknya ke sekolah "unggulan".
Reni menilai, penyaluran bantuan pendidikan oleh pemerintah daerah selama ini belum merata.
"Kadang-kadang dinas ini hanya membantu sekolah itu-itu saja setiap tahun, padahal sudah bagus, sementara sekolah negeri yang satunya tidak pernah dibantu-bantu. Jadi sebenarnya itu dulu yang perlu diselesaikan, jadi tidak ada disparitas mutu sekolah," kata Reni.
Sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan, sistem zonasi tidak akan hanya diterapkan pada PPDB, tapi juga kurikulum, sebaran guru, dan kualitas sarana-prasarana. Dalam waktu dekat, Kemendikbud akan menerapkan rotasi guru di dalam zona.
"Pemerataan guru diprioritaskan di dalam setiap zona itu. Apabila ternyata masih ada kekurangan, guru akan dirotasi antarzona."
"Rotasi guru antarkabupaten/kota baru dilakukan jika penyebaran guru benar-benar tidak imbang dan tidak ada guru dari dalam kabupaten itu yang tersedia untuk dirotasi," kata Muhadjir dalam keterangan tertulis.
Mendikbud juga menyampaikan, penetapan zona prinsipnya fleksibel dan melampaui batas-batas wilayah administratif. Jika terdapat kendala akses atau daya tampung sekolah tidak cukup, zona bisa diperlebar sesuai situasi dan kondisi di lapangan.
"Cukup ada perjanjian kerja sama antarpemerintah daerah mengenai hal ini," katanya.
Pengamat pendidikan Itje Chodidjah mengatakan, kekisruhan di lapangan tidak bisa dijadikan alasan untuk menghapus PPDB sistem zonasi meski ia menyarankan perbaikan pada teknis pelaksanaannya, agar tidak merugikan orang tua dan anak-anak.
Menurut Itje, kebijakan tersebut memiliki tujuan yang lebih besar, yakni pemerataan akses pendidikan.
Itje mengatakan, sistem zonasi seharusnya mendorong kesadaran setiap pemerintah daerah untuk membenahi pendidikan di daerahnya.
"Pemerintah daerah harusnya menyadari bahwa ketika ada gap di mana di daerahnya itu tidak ada sekolah negeri, kemudian ada sekolah yang jaraknya jauh dan sebagainya, ini yang harusnya menjadi bagian dari refleksi daerah untuk memperbaiki akses merata pendidikan pada rakyat di daerahnya," kata Itje.
"Sebanyak 20 persen anggaran APBD yang mestinya dikeluarkan pemerintah daerah ini tentunya, seiring dengan kebijakan-kebijakan pemerintah pusat, memang dikeluarkan untuk meningkatkan kualitas di daerah mereka sendiri."
Sementara Mendikbud mengajak orang tua untuk mengubah pola pikir sekolah unggulan dan non-unggulan. Sekolah, kata Mendikbud, harus mendidik semua siswa tanpa terkecuali.(bbc.com)
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...