KKP: Tuna Paling Banyak Sumbang Ekspor
BALI, SATUHARAPAN.COM – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan bahwa saat ini produksi ikan tuna di Indonesia semakin berkembang. Berdasarkan data dari Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) pada 2014, dalam lima tahun terakhir Indonesia menjadi negara dengan penghasil tuna terbesar kedua di dunia dengan memasok lebih dari 16 persen total produksi tuna dunia.
“Data total ekspor kuartal pertama 2015 yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat produk perikanan terjadi surplus dalam perdagangan sektor perikanan di mana, tuna menjadi komoditas paling banyak menyumbang nilai ekspor perikanan Indonesia setelah udang, yakni mencapai USD 89,41 juta,” kata Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (Dirjen P2HP) KKP Saut P. Hutagalung di Bali saat membuka International Coastal Tuna Business Forum pada Selasa (26/5).
Menurutnya, pemerintah menaruh perhatian khusus terhadap perkembangan industri tuna di Indonesia karena ini sangat berperan penting dalam pertumbuhan ekonomi bangsa. Saat ini permintaan dunia terhadap ikan tuna meningkat karena bermanfaat bagi kesehatan dan kegunaannya sebagai sumber protein utama.
Permintaan yang tinggi tersebut mendorong pengelolaan yang lebih baik dan upaya untuk keberlanjutan terhadap tuna harus tetap ditumbuhkan.
“Oleh karena itu, pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan produksi industri tuna secara berkelanjutan dengan menerbitkan kebijakan moratorium perizinan kapal eks asing (PermenKP Nomor 56 tahun 2014) dan pelarangan alat tangkap merusak (PermenKP Nomor 2 tahun 2015). Permen ini dikeluarkan untuk penguatan kedaulatan negara sehingga diharapkan keberlanjutan usaha akan menjadi landasan untuk kesejahteraan sektor perikanan.”
Dia menambahkan bahwa jika kebijakan IUU Fishing berhasil maka Indonesia akan lebih banyak lagi menangkap tuna dan cakalang.
Pada 2012, rekor baru telah dicapai untuk penangkapan tuna dan sejenis tuna, yaitu mencapai 7 juta ton. Sejak tahun 2000, tujuh jenis utama secara konsisten telah menyumbang sekitar 90 persen dari total penangkapan tuna. Selanjutnya, penangkapan tuna kecil seperti cakalang, tongkol dan tuna peluru, ikan pelihat (Scomberomorus spp.) dan albacore tumbuh secara signifikan.
Menurut data dari FAO 2014, pada 2012, penangkapan tuna sirip kuning telah melampaui batas 2000 setelah naik turun. Sementara Big Eye menjadi salah satu jenis yang trendnya menurun dengan penangkapannya di bawah 5 persen.
Sepertiga ketersediaan tuna diperkirakan dalam penangkapannya pada tingkat biologis yang tidak berkelanjutan, sementara 66,7 persen berada pada tingkat biologis yang berkelanjutan (ditangkap secara penuh atau underfished) pada tahun 2011.
Hal ini semakin jelas bahwa ini adalah waktu yang tepat untuk industri tuna dalam menghadapkan persoalan dengan pasokan. “Peningkatan kesadaran tentang masalah keberlanjutan lingkungan perikanan tuna menyebabkan pasar meminta produk lebih banyak, ini artinya tantangan ke depan untuk perikanan dan bisnis bergantung pada hal tersebut,” kata Saut.
Saut mengatakan bahwa ketersediaan ikan tuna saat ini menjadi permasalahan yang kompleks. Peningkatan kesadaran tentang masalah keberlanjutan lingkungan perikanan tuna harus terus diupayakan. Karena ke depan, pasar akan meminta produk lebih banyak.
“Inilah tantangannya bagi industri dan bisnis perikanan ke depan yang bergantung pada keberlanjutan tersebut.”
Penangkapan Tuna menggunakan pole and line dan hand line di Indonesia menghasilkan 150 ribu ton per tahun. Nilai itu merupakan hasil tangkapan terbesar dunia dengan alat tangkap sejenis. Sebagai negara kepulauan terbesar, metode penangkapan menggunakan pole and line dan hand line telah memberikan kontribusi nyata bagi mata pencaharian jutaan orang masyarakat pesisir di mana perikanan Indonesia tercatat memperkerjakan sekitar 11 persen tenaga kerja nasional sebagai nelayan tradisional.
Di Indonesia, pole and line dan hand line memiliki peran penting dalam mengentaskan kemiskinan, meningkatkan mata pencaharian masyarakat, mempertahankan bisnis dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Selain itu, kerjasama internasional untuk mempromosikan penangkapan tuna dengan cara berkelanjutan seperti pole and line dan hand line bisa menjadi salah satu contoh dalam melakukan bisnis dengan cara yang berkelanjutan.
Untuk menciptakan horizon baru yang memastikan keberlanjutan dan inklusifitas rantai pasokan tuna internasional, KKP bersama International Pole & Line Foundation (IPNLF) dan the Indonesian Association for Pole & Line and Handline Fisheries (AP2HI, Asosiasi Perikanan Pole & Line dan Handline Indonesia) akan menyelenggarakan The 4th International Coastal Tuna Business Forum and Exhibition (ICTBF) dengan tema “New Horizon Towards Sustainable Tuna Fisheries” di Bali pada 26-27 Mei 2015.
Dalam ITCBF, perwakilan dari semua rantai pasokan, pemerintah, peneliti dan lainnya akan bersama sama mengembangkan masa depan keberlanjutan perikanan tuna dunia. Acara ini mengangkat dan membahas masa depan baru untuk perikanan yang berkelanjutan, menjadikan bisnis Indonesia sebagai poros dunia.
Acara tahunan pelaku bisnis tuna ini membahas masalah terbaru mengenai pengembangan bisnis tuna yang berkelanjutan dan membuka kesempatan untuk membuat kerja sama bisnis yang menguntungkan kedua belah pihak.
Sekitar 300 pelaku bisnis tuna seperti penjual tuna, pembeli tuna, pelaku bisnis penangkapan tuna, pengolahan tuna, kementerian/lembaga terkait dan organisasi internasional yang aktif dalam menjaga keberlanjutan perikanan tuna menghadiri acara ini. Forum ini juga akan dihadiri oleh perwakilan dari pemerintah dan akademis. Acara yang berlangsung selama dua hari ini bertujuan untuk mempromosikan industri tuna Indonesia dan khususnya jaringan bisnis tuna pole and line dan hand line. (kkp.go.id)
Editor : Eben Ezer Siadari
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...