Koalisi Kekeluargaan Kritisi APBD, Ahok: Cek Dulu
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Tujuh partai politik (Parpol) yang tergabung dalam Koalisi Kekeluargaan mengkritisi rendahnya serapan APBD DKI Jakarta. Merespon hal itu, Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menganjurkan Koalisi itu terlebih dahulu menengok data serapan DKI tahun 2015.
“Mereka cek dulu serapan tahun 2015. Tahun 2015 paling tinggi selama pemerintahan di DKI. Pembangunan kita paling baik dan susun anggaran paling cepat. APBD DKI 2015 serapannya lebih baik. Hanya saja saat itu kita potong untuk belanja lahan, transfer bagi hasil dari pusat, pajak, dan pembayaran alat Rp 5 triliun,” ujar Ahok, di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, hari Selasa (9/8).
Sebelum dikritik oleh Koalisi Kekeluargaan PDIP, Gerindra, Demokrat, PKB, PAN, PKS dan PPP, Ahok juga sempat disinggung oleh Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi), saat membuka acara Rapat Koordinasi Nasional Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) di Jakarta, hari Kamis (4/8) lalu.
Jokowi sempat menyebut nama Ahok sambil mengingatkan agar Angaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta bulan Juni sebesar Rp 13,9 triliun segera dimanfaatkan dan jangan terlalu lama disimpan di bank. "Pak Ahok, duitnya emang gede, tapi nyimpennya juga gede. Masih ada Rp 13,9 triliun," kata Jokowi.
Ahok mengungkapkan bahwa pada presentasi dana APBD dalam Rapat Koordinasi Nasional Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) itu terjadi sedikit kekeliruan yang menimbulkan kesalahpahaman.
“Jadi begini, itu ada kesalahan pada kolom saja. Sebetulnya yang dikritik presiden adalah uang di bank umum. Kan daerah yang menerima DAU meminta kepada pusat agar dana tidak hanya sentralisasi, tapi juga desentralisasi. Lalu, pusat mengirim DAU ke semua daerah, tetapi yang menjadi permasalahan adalah bahwa mereka tidak bisa pakai dengan cepat dan justru didepositokan kembali di bank umum,” ujar Ahok.
Ditemui hari Kamis (4/8), Kepala Badan Pengelola Keuangan Aset Daerah (BPKAD) DKI Jakarta, Heru Budi Hartono, juga turut meluruskan perihal dana itu. Ia mengatakan dana tersebut memang bukanlah DAU, melainkan dana pemerintah daerah (APBD) yang disimpan di kas daerah dan di beberapa bank pemerintah.
Dana tersebut secara berkala dikeluarkan oleh Heru melalui giro untuk menjalankan kebutuhan di DKI Jakarta, seperti listrik, Transjakarta, dan sebagainya.
Ahok pun menyatakan bahwa penyerapan DKI membaik, yakni sebesar 33 persen atau senilai Rp 19, 8 triliun dari total Rp 67, 1 triliun. Artinya, dalam satu bulan, DKI mampu menyerap hingga Rp 2-3 triliun. Bahkan, tahun ini penyerapan anggaran DKI paling tinggi, sehingga Ahok juga khawatir APBD DKI tidak cukup untuk membiayai pembangunan.
"Tahun ini penyerapan anggaran DKI paling tinggi. Kami sudah khawatir akan kekurangan uang," tuturnya.
Ahok menjelaskan, penerimaan pajak saat ini menurun karena situasi perekonomian dunia yang berdampak juga di Jakarta. Kemudian rencana untuk membebaskan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) juga akan berdampak pada penerimaan pajak. Meskipun besaran nilai lahan yang akan dibebaskan belum ditentukan.
"Otomatis penghasilan juga turun, tapi enggak ada masalah sih," katanya.
Ihwal koalisi kekeluargaan yang seakan ingin menyerang Ahok, Ahok menyatakan apabila mengatasnamakan kekeluargaan maka tidak akan mempunyai maksud untuk melakukan pertarungan yang dalam hal ini adalah ‘pertarungan politik’.
“Kalau kekeluargaan enggak ada yang bertarung dong, keluarga masakan bertarung?,” ujar Ahok.
Apa itu Koalisi Kekeluargaan?
Tujuh parpol yang terdiri dari PDIP, Gerindra, Demokrat, PKB, PAN, PKS dan PPP membuat gebrakan terkait Pilkada DKI Jakarta 2017 pada hari Senin (8/8) kemarin. Mereka menyepakati untuk membentuk Koalisi Kekeluargaan.
Koalisi itu diakui didasari oleh persamaan persepsi terkait pemimpin Jakarta di masa mendatang dan sepakat tak lagi mendukung bakal calon petahana, Ahok.
Pelaksana tugas Ketua DPD PDIP DKI Jakarta, Bambang DH, menuturkan ada tujuh kriteria pemimpin Jakarta menurut Koalisi Kekeluargaan. Tujuh kriteria itu, yakni arif, bijaksana, beradab, santun, beretika, bersih, dan cerdas. Kriteria itu merupakan usulan dari setiap partai politik dalam pertemuan di Restoran Bunga Rampai, Jakarta Pusat, hari Senin (8/8).
"Tidak bicara orang per orang, tapi kami berhasil formulasikan kriteria, seperti apa pemimpin Jakarta yang akan diperjuangakan untuk dipilih warga Jakarta," kata Bambang.
Belum dibicarakannya soal siapa figure yang akan diusung bukanlah tanpa alasan. Menurut Wakil Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu) DPD PDIP DKI Jakarta, Gembong Warsono, perlu kesepahaman antara parpol terkait pilkada sebelum membahas figur pemimpin Jakarta.
"Kalau bahas nama duluan, nanti akan susah. Saat ini kami baru satukan pemikiran dan akan bahas nama di pertemuan selanjutnya," jelas Gembong.
Melawan Ahok?
Meskipun berniat untuk memunculkan kondisi head to head pada Pilkada DKI Jakarta 2017, Koalisi Kekeluargaan membantah bila disebut terbentuk untuk melawan Ahok. Saat ini, baru Ahok yang siap maju Pilkada dengan bekal 24 kursi DPRD DKI dari tiga partai pendukungnya, Golkar, Hanura, dan Nasdem.
"Enggak, enggak ada lah. Gak ada koalisi menantang Ahok. Koalisi ini koalisi kebersamaan dalam rangka mencari sosok pemimpin Jakarta lebih baik," ucap Gembong.
Menurut Gembong, dari tujuh parpol, semuanya menilai bahwa belum ada komunikasi baik antara legislatif dan eksekutif di DKI Jakarta. Masalah komunikasi itu berdampak pada terhambatnya penyusunan dan penggunaan APBD.
"Fungsinya bagaimana dua lembaga ini bersinergi dalam rangka mengharapkan kota Jakarta lebih baik. Intinya seperti itu," kata Gembong.
Kesepakatan Koalisi Kekeluargaan saat ini baru ditetapkan oleh pengurus masing-masing partai di tingkat Provinsi DKI Jakarta. Masing-masing partai nantinya akan membawa hasil pertemuan itu kepada pengurus pusat untuk ditetapkan apakah resmi berkoalisi atau memilih jalan lain.
"Semua dari tujuh partai yang ada (diputuskan pengurus pusat). Mau tidak mau harus dikomunikasikan kembali visi dan misinya," kata Ketua DPW PAN DKI Jakarta, Eko Hadi Purnomo.
Menurut Eko, masing-masing partai memiliki mekanisme sendiri. Mekanisme tersebut juga disebut berbeda.
"Ada yang langsung diputuskan oleh tingkat DPW (Dewan Pimpinan Wilayah), tapi ada juga yang harus dibawa untuk ditindaklanjuti di DPP (Dewan Pimpinan Pusat)," kata Eko.
Saat ditanya apakah keputusan DPP partai bisa berbeda dengan DPW, Eko hanya berharap hal itu tak terjadi. "Insya Allah kami sepakat," tuturnya.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Daftar Pemenang The Best FIFA 2024
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Malam penganugerahan The Best FIFA Football Awards 2024 telah rampung dig...