Koalisi Tolak Pernyataan Separatis Yaman Bentuk Pemerintahan Sendiri
RIYADH, SATUHARAPAN.COM-Koalisi militer pimpinan Arab Saudi yang terlibat perang di Yaman pada hari Senin (27/4) mendesak kelompok separatis di selatan untuk membatalkan langkah menyatakan pemerintahan sendiri, dan menyebutkan hal itu sebagai "tindakan eskalasi" pada saat semua pihak harus fokus menghadapi virus corona baru.
Langkah oleh separatis dari Dewan Transisi Selatan (STC) itu mengancam konflik antara STC dan pemerintah yang didukung Arab Saudi, bahkan ketika PBB mencoba untuk mengamankan gencatan senjata nasional permanen terkait pandemi virus corona.
Pemerintah Yaman yang diakui secara internasional memperingatkan adanya "konsekuensi bencana" setelah STC pada hari Minggu (26/4) menyatakan aturan darurat di provinsi selatan termasuk wilayah Aden yang menjadi pusat sementara pemerintah itu yang digulingkan dari ibu kota, Sanaa, oleh kelompok Houthi pada akhir 2014.
"Koalisi mendesak untuk segera mengakhiri langkah-langkah yang bertentangan dengan Perjanjian Riyadh, dan bekerja cepat menuju implementasinya," kata koalisi itu dalam sebuah pernyataan, merujuk pada kesepakatan pembagian kekuasaan yang ditengahi oleh Arab Saudi pada November tahun lalu.
Pemerintahan Sendiri
Pernyataan ini menyuarakan dukungan untuk pemerintah yang didukung Arab Saudi dan mengatakan implementasi kesepakatan akan membentuk "pemerintah yang kompeten" yang berbasis di Aden untuk menangani virus corona baru.
Yaman telah terperosok dalam kekerasan sejak koalisi melakukan intervensi pada Maret 2015 yang mendukung pemerintahan Abd-Rabbu Mansour Hadi, dan memberi kebuntuan militer selama bertahun-tahun. Sementara itu, kelompok Syiah Houthi yang didukung Iran menguasai sebagian besar pusat kota.
STC, yang didukung oleh mitra koalisi utama Riyadh, Uni Emirat Arab (UEA), telah lama mengupayakan pemerintahan sendiri di selatan dan menuduh pemerintahan Hadi salah kelola dan korupsi.
UEA menentang langkah unilateral STC, kata Menteri negara untuk urusan luar negeri UEA, Anwar Gargash, pada hari Senin (27/4). Dia menambahkan bahwa "frustrasi" dengan keterlambatan perjanjian Riyadh tidak ada pembenaran.
Gencatan Senjata
Perjanjian Riyadh mengakhiri pertikaian sebelumnya antara separatis dan pemerintah tahun lalu. Dan UEA memiliki kepercayaan terhadap komitmen Arab Saudi untuk mengimplementasikan perjanjian tersebut, yang dapat membuka jalan bagi tahap selanjutnya dari solusi politik untuk Yaman, kata Gargash.
Koalisi yang dipimpin Saudi telah mengumumkan gencatan senjata sepihak yang didorong oleh permintaan Amerika Serikat untuk fokus pada pandemi virus corona. Namun Houthi belum menerimanya dan kekerasan terus berlanjut.
Sejauh ini Yaman melaporkan hanya satu kasus terinfeksi COVID-19 yang dikonfirmasi. Kelompok-kelompok bantuan takut bencana terjadi jika virus itu menyebar di antara penduduk yang kekurangan gizi di dana, di mana sistem kesehatannya hancur karena perang.
PBB sedang berusaha mengadakan pembicaraan virtual mengenai gencatan senjata, upaya negatasi virus corona yang terkoordinasi dan langkah membangun kepercayaan untuk memulai kembali perundingan untuk mengakhiri perang yang telah menewaskan lebih dari 100.000 orang. (AFP)
Editor : Sabar Subekti
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...