Kolumnis Inggris Samakan Pelaku Pembakar Hutan RI dengan ISIS
LONDON, SATUHARAPAN.COM - Kolumnis Inggris, George Monbiot, lewat tulisannya di media online theguardian.com, menyamakan kerusakan yang diakibatkan oleh pembakaran hutan di Indonesia dengan kerusakan yang diakibatkan oleh ISIS ketika menghancurkan benda-benda arkelologis warisan peradaban dunia di di Suriah dan Irak. Monbiot juga mempertanyakan mengapa ketika kebakaran dalam skala masif itu terjadi dunia seolah-olah membuang muka dan media massa pun tak memberi perhatian yang memadai.
"Saya mempertanyakan bagaimana media merespons kiamat ekologi ini terjadi. Saya melihat berbagai program berita memproduksi berita singkat, laporan sensasional, tetapi gagal untuk menjelaskan mengapa hal itu terjadi atau bagaimana itu mungkin dihentikan. Lalu media meminta wartawan bertanya bagaimana bencana ini mempengaruhi harga saham, sebelum beralih ke berita olah raga," tulis Monbiot dalam artikel bernada satiris yang dilansir pada Jumat 30 Oktober 2015.
Menurut dia, kebakaran hutan di Indonesia adalah sebuah kebakaran yang menimpa saluran bumi terbesar dunia. Ia mengatakan kebakaran ini sama saja dengan neraka yang dibayangkan oleh banyak orang. Udara menjadi tercemar, jarak pandang hanya 30 meter dan anak-anak disiapkan untuk dievaluasi dengan kapal perang setelah beberapa meninggal. Menurut Monbiot, ini merupakan bencana lingkungan terbesar.
Namun pada saat yang sama, kata dia, media di seluruh dunia lebih banyak bicara tentang hal-hal lain, seperti gaun Duchess of Cambridge, premier film James Bond dan kebodohan Donald Trump. Padahal, kata dia, kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia adalah suatu barbekyu dalam skala yang berbeda: api mengamuk di areal sepanjang 5000 km di hampir seluruh Indonesia.
"Seharusnya, tidak perlu seorang kolumnis yang mengatakan ini lewat tulisannya di halaman dalam. Seharusnya ini menjadi berita utama di setiap media," kata dia, lewat tulisan yang berjudul Indonesia is burning. So why is the world looking away?
Kebakaran hutan di Indonesia, kata dia, memproduksi lebih banyak karbondioksida daripada ekonomi AS. Dalam tiga minggu kebakaran, lebih banyak CO2 yang dihasilkannya ketimbang tingkat emisi tahunan Jerman. Namun, tulis Monbiot, kebakaran tersebut tidak bisa hanya diukur dengan itu. Bencana ini juga telah menghancurkan kekayaan alam paling berharga yang mulia dan tidak tergantikan, seperti benda-benda arkeologis yang dihancurkan oleh ISIS.
"Orangutan, macan tutul, beruang madu, siamang, badak Sumatera dan harimau Sumatera, merupakan sebagian dari spesies yang terancam diusir. Dan ada ribuan, mungkin jutaan, atau lebih lagi," tulis Monbiot.
Menurut Monbiot, kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia tidak bisa diartikan bahwa hanya pohon-pohon yang terbakar. Yang terbakar adalah tanah itu sendiri. "Banyak hutan yang berada di atas tanah gambut. Ketika kebakaran menembus bumi, mereka membara selama berminggu-minggu, kadang-kadang berbulan-bulan, melepaskan awan metana, karbon monoksida, ozon dan gas eksotis seperti amonium sianida. Asap terbang sampai ratusan mil, menyebabkan konflik diplomatik dengan negara-negara tetangga."
Mengapa hal ini terjadi?
Menurut Monbiot, hutan Indonesia telah terfragmentasi selama puluhan tahun oleh kayu dan pertanian perusahaan. Kanal telah dibuat melalui lahan gambut untuk mengurasnya dan membuatnya kering. "Perusahaan perkebunan bergerak untuk menghancurkan apa yang tersisa dari hutan untuk menanam monokultur dari kayu pulp, kayu dan kelapa sawit. Cara termudah untuk membersihkan lahan adalah dengan "obor" itu. Setiap tahun, dan ini menyebabkan bencana."
Monbiot mengatakan Presiden Joko Widodo memang berusaha ingin mengatasi masalah ini. Tetapi, kata dia, ia memimpin sebuah bangsa dimana fasisme dan korupsi tumbuh subur. Ia mengutip film yang dibuat Joshua Oppenheimer, Act of Killing, yang menunjukkan bagaimana Orde Baru membunuh satu juta orang dengan persetujuan negara-negara Barat lewat bentuk kejahatan terorganisir, termasuk dengan deforestasi ilegal.
Monbiot mengatakan di Indonesia mereka yang melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan tidak ragu-ragu melakukan kejahatan terhadap alam. Dan, dalam pandangan dia, Joko Widodo tampaknya berada di tengah tarik-menarik dua kubu ketika ingin menyelesaikan hal ini. Akibatnya kebijakan pemerintahnya tampak bertentangan. Di satu sisi pemerintah memberi subsidi baru kepada produsen minyak sawit, yang mau tidak mau akan mendorong pembakaran hutan lebih banyak lagi. Di sisi lain, beberapa perusahaan perkebunan telah ditekan oleh pelanggan mereka agar menghentikan penghancuran hutan tropis.
Kendati demikian, Monbiot mengatakan masih ada beberapa hal yang dapat dilakukan. Di antaranya, ia menunjukkan langkah beberapa perusahaan pengguna minyak kelapa sawit yang dengan tegas melakukan upaya nyata mereformasi rantai pasok mereka. Mereka dengan jelas mengatakan hanya akan menggunakan minyak sawit dari perusahaan yang tidak merusak hutan. Mereka tidak akan membeli dari perusahaan yang tidak jelas pengelolaan hutannya. Ia menyebut perusahaan seperti Starbucks, Pepsico adn Kraft Heinz, sebagai contoh.
Monbiot mengingatkan agar media lebih aktif dan menempatkan isu ini ke tingkat yang lebih tinggi. "Pemerintah akan mengabaikannya jika media mengabaikannya," kata dia.
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...