Komisi Yudisial Rekomendasikan Sarpin Diskorsing Enam Bulan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Komisi Yudisial merekomendasikan skorsing enam bulan kepada hakim Sarpin Rizaldi karena menemukan pelanggaran beberapa prinsip.
Hakim Sarpin dilaporkan Koalisi Masyarakat Sipil pada 17 Februari 2015 karena menduga putusan praperadilan yang memenangkan gugatan Komisaris Jenderal Pol Budi Gunawan telah melenceng dari aturan.
"Pleno KY lengkap terdiri dari tujuh orang menyepakati untuk merekomendasikan sanksi skorsing (non-palu) selama enam bulan karena ada beberapa prinsip yang dilanggar hakim Sarpin," kata komisioner KY Imam Anshori Saleh melalui pesan singkat yang diterima di Jakarta, Selasa.
Menurut Imam, prinsip yang dilanggar yakni tidak teliti dalam mengutip keterangan ahli yang dijadikan pertimbangan untuk memutus sehingga yang disampaikan ahli bertentangan dengan yang dimuat hakim dalam putusannya.
Alasan lain adalah Sarpin dinilai tidak teliti menuliskan identitas ahli dengan menyebut Prof Sidharta sebagai ahli hukum pidana padahal yang bersangkutan adalah ahli filsafat hukum.
"Selanjutnya menerima fasilitas pembelaan dari kuasa hukum secara gratis," ungkap Imam.
Sarpin memang diketahui mendapat pembelaan secara cuma-cuma dari Hotma Sitompoel. Hotma yang mendapat kuasa dari Sarpin itu juga pernah melaporkan dua Komisioner KY, Suparman Marzuki dan Taufiqurrohman Syahuri dan mantan hakim agung, Komariah Sapardjaja ke Badan Reserse Kriminal Mabes Polri atas tuduhan pencemaran nama baik.
"Dan tidak rendah hati, yakni tidak memenuhi panggilan KY malah menantang kalau berani KY datang ke PN Jakarta Selatan," tambah Imam.
Sarpin memang menolak untuk diperiksa oleh KY bahkan meski KY mengirimkan surat panggilan agar Sarpin diperiksa di Pengadilan Tinggi Jakarta, kuasa hukum Sarpin juga menolak untuk diperiksa KY saat proses investigasi KY berlangsung.
"Sidang berlangsung alot, karena masing-masing komisioner menyampaikan argumentasinya," jelas Imam mengenai proses persidangan KY.
Hasil dari rekomendasi KY ini akan disampaikan KY ke Mahkamah Agung.
"Adapun soal teknis yudisial yang menyangkut penetapan tersangka menjadi obyek praperadilan diserahkan sepenuhnya kepada MA," tambah Imam.
Putusan ini, menurut Imam, bukan sanksi berat melainkan sanksi sedang sehingga tidak perlu dibentuk Majelis Kehormatan Hakim (MKH).
"Tidak pakai MKH, ini termasuk sanksi sedang. Kalau MKH itu sanksi berat," jelas Imam.
Sarpin Rizaldi dalam praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 16 Februari 2015 menyatakan bahwa Komjen Pol Budi Gunawan tidak sah sebagai tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi terkait transaksi-transaksi mencurigakan.
Alasannya, Budi Gunawan bukan subjek hukum sebab ia bukan penyelenggara negara dan penegak hukum sebab hanya menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karir Deputi Sumber Daya Manusia di Mabes Polri ketika kasus itu berlangsung yaitu 2003-2006.
KPK sudah melimpahkan kasus Budi Gunawan ke Kejaksaan Agung sejak 2 Maret 2015, dan selanjutnya dilimpahkan ke Baresrkim Polri sejak 2 April 2015. (Ant)
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...