Komite Nobel Perdamaian Kritik PM Ethiopia, Abiy Ahmed
Ini terkait dengan perang yang terjadi terhadap Tigry di Ethiopia Utara, dan hambatan bantuan kemanusiaan bagi korban.
KOPENHAGEN, SATUHARAPAN.COM-Komite Nobel Norwegia, yang menganugerahkan Penghargaan Nobel Perdamaian yang bergengsi, pada Kamis (13/1) mengeluarkan peringatan yang sangat jarang terjadi, kepada pemenang tahun 2019, Perdana Menteri Ethiopia, Abiy Ahmed, atas perang dan krisis kemanusiaan di wilayah Tigray, negaranya.
"Sebagai perdana menteri dan pemenang Hadiah Nobel Perdamaian, Abiy Ahmed, memiliki tanggung jawab khusus untuk mengakhiri konflik dan berkontribusi pada perdamaian," kata komite yang berbasis di Oslo dalam sebuah pernyataan.
Abiy memenangkan hadiah Noberl Perdamaian, sebagian, karena berdamai dengan negara tetangga Eritrea, setelah mengakhiri salah satu konflik terlama di Afrika.
Komite mengatakan bahwa “harus ditekankan bahwa penghargaan Abiy Ahmed diberikan atas dasar usahanya dan harapan yang dapat dibenarkan yang ada pada tahun 2019,” menambahkan bahwa “latar belakang sejarah termasuk sistem pemerintahan otoriter dan konflik etnis yang meluas.”
Tetapi pada November 2020, pemerintah Abiy mengizinkan pasukan Eritrea masuk ke Tigray saat mereka bersama-sama mengejar para pemimpin Tigray setelah ketegangan politik meletus menjadi perang.
Sekitar puluhan ribu orang telah tewas, dan ratusan ribu sekarang menghadapi kelaparan karena pemerintah Ethiopia telah menahan hampir semua makanan dan bantuan medis dari Tigray sejak akhir Juni.
“Tidak ada tempat di dunia yang kita saksikan neraka seperti Tigray,” kata Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, mantan pejabat Tigray, mengatakan kepada wartawan pada hari Rabu (12/1). Dia mengatakan WHO telah mendekati kantor Abiy untuk meminta izin mengirim obat-obatan ke Tigray, tapi sia-sia.
"Situasi kemanusiaan sangat serius, dan tidak dapat diterima bahwa bantuan kemanusiaan tidak muncul pada tingkat yang memadai," kata pernyataan Komite Nobel Norwegia.
Tidak ada komentar langsung dari kantor perdana menteri.
Konflik Ethiopia memasuki fase baru pada akhir Desember ketika pasukan Tigray mundur ke wilayah mereka di tengah serangan militer baru dan pasukan Ethiopia mengatakan mereka tidak akan maju lebih jauh ke sana.
Tetapi para pekerja bantuan mengatakan serangan udara terus membunuh warga sipil di Tigray, dengan serangan akhir pekan menewaskan lebih dari 50 orang. Serangan udara lain menewaskan 17 orang pada hari Senin, hari dimana Presiden Joe Biden, dalam panggilan telepon dengan Abiy, mengangkat keprihatinan tentang mereka.
Komite Nobel Norwegia juga mengatakan bahwa pertimbangannya bersifat rahasia. “Selanjutnya, bukan peran kami untuk memberikan komentar berkelanjutan tentang perkembangan Ethiopia atau untuk menilai posisi penerima Hadiah Perdamaian setelah hadiah diterima.” (AP)
Editor : Sabar Subekti
AS Memveto Resolusi PBB Yang Menuntut Gencatan Senjata di Ga...
PBB, SATUHARAPAN.COM-Amerika Serikat pada hari Rabu (20/11) memveto resolusi Dewan Keamanan PBB (Per...