Komnas HAM Akan Berangkatkan Tim ke Tanjungbalai
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Imdadun Rahmat menyatakan dalam waktu dekat akan memberangkatkan tim independen guna melakukan penyelidikan mendalam kerusuhan yang terjadi beberapa hari lalu di Tanjungbalai, Sumatera Utara.
Saat didapuk memberi kata sambutan sebelum presentasi dari Prof. Sumanto Al Qurtuby tentang “Pluralisme dan Hubungan Antaragama di Arab Teluk dan Indonesia”, hari Senin (1/8) di Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP), Jakarta, Imdadun mengemukakan saat ini tim yang nantinya akan diberangkatkan ke Tanjungbalai masih berada di Jakarta akan melakukan pematangan materi terlebih dahulu di Jakarta.
“Komnas HAM akan melakukan pemantauan apa yang terjadi di Tanjungbalai, dan saya sudah memerintahkan koordinator pemantauan. Dan lusa (Rabu 3/8) tim Komnas HAM akan segera turun (berangkat ke Tanjungbalai, red),” kata Imdadun Rahmat.
Dia menjelaskan saat ini Komnas HAM belum dapat berkomentar lebih banyak tentang perkara tersebut karena belum melakukan pemantauan langsung, karena masih sebatas mengumpulkan keterangan dari Jakarta.
Imdadun mengemukakan saat ini dia tidak mau terlalu banyak berkomentar baik secara pribadi maupun sebagai posisinya di Komnas HAM karena apabila menyampaikan pernyataan berdasar hasil investigasi di lapangan maka daya dobraknya akan lebih kuat daripada melontarkan pernyataan namun tidak berdasar investigasi langsung.
Dia menjelaskan prosedur yang biasanya dilakukan Komnas HAM setelah melakukan investigasi langsung dan memberi pemaparan secara menyeluruh, maka Komnas HAM akan melakukan mediasi.
“Nah, mediasi ini sering kita manfaatkan untuk melakukan lobi-lobi, jadi (dalam proses lobi-lobi, Red) kita akan mempertemukan antara pemerintah daerah yang bertugas memenuhi kewajiban menghormati umat beragama, dan kelompok penghayat kepercayaan yang sedang mengalami masalah,” kata dia.
Komnas HAM mengingatkan kewajiban pemerintah daerah yakni memberi perlakuan sama kepada penduduknya termasuk kepada kepercayaan minoritas.
“Setelah itu kita lakukan pendampingan, kalau belum ada perubahan, maka pemerintah daerah akan kita panggil ke Jakarta (Kantor Komnas HAM, Red) untuk diberi pengarahan lebih lanjut,” dia menambahkan.
Kasus Tanjungbalai
Kasus kerusuhan antaretnis dan kepercayaan di Tanjungbalai terjadi pada Sabtu (30/7) dini hari WIB di Tanjungbalai Asahan, Sumatera Utara.
Dalam peristiwa tersebut sedikitnya sepuluh vihara, klenteng dan satu yayasan sosial dirusak. Selain itu terdapat juga delapan unit kendaraan roda empat yang dibakar.
Tak ada korban jiwa akibat kejadian. Namun kerugian ditaksir mencapai miliaran rupiah. Kerusuhan pecah ketika sejumlah warga tak terima dengan aksi salah satu warga yang memprotes pengeras suara di Masjid Al Maksum, Tanjungbalai. Warga yang tidak terima membakar sejumlah tempat ibadah agama Konghucu dan Buddha tersebut antara lain:
1. Vihara Tri Ratna di Jalan Asahan, Kelurahan Indra Sakti, Kecamatan Tanjung Balai Selatan.
2. Vihara Avalokitesvara di Jalan Imam Bonjol, Kelurahan Indra Sakti, Kecamatan Tanjung Balai Selatan.
3. Kelenteng Dewi Samudra di Jalan Asahan, Kelurahan Indra Sakti, Kecamatan Tanjung Balai Selatan.
4. Kelenteng Ong Ya Kong di Jalan Asahan, Kelurahan Indra Sakti, Kecamatan Tanjung Balai Selatan.
5. Kelenteng Tua Pek Kong di Jalan Asahan, Kelurahan Indra Sakti, Kecamatan Tanjung Balai Selatan.
6. Kelenteng Tiau Hau Biao di Jalan Asahan, Kelurahan Indra Sakti, Kecamatan Tanjung Balai Selatan.
7. Kelenteng Depan Kantor Pengadaian di Jalan Sudirman, Kelurahan Perwira, Kecamatan Tanjung Balai Selatan.
8. Kelenteng di Jalan MT Haryono, Kelurahan Perwira, Kecamatan Tanjung Balai Selatan.
9. Kelenteng Huat Cu Keng di Jalan Juanda, Kelurahan TB Kota I, Kecamatan Tanjung Balai Selatan.
10. Kelenteng di Jalan Juanda, Kelurahan TB Kota I, Kecamatan Tanjung Balai Selatan.
11. Yayasan Sosial di Jalan Mesjid, Kelurahan Indra Sakti, Kecamatan Tanjung Balai Selatan.
Beberapa hari lalu, Koordinator Indonesian Police Watch, Neta S Pane mengemukakan kerusuhan serupa sempat terjadi pada 3 Maret 1946 kala itu pertikaian dua pihak, keluarga Kesultanan Asahan dan warga keturunan Tionghoa, mengakibatkan puluhan warga meninggal dunia. Kerusuhan tersebut menjalar tanpa kendali ke berbagai daerah di Sumatera Utara. “Sejarah panjang amuk massa ini harus jadi pembelajaran Polri,” kata Pane seperti yang dia kemukakan di Antara.
Editor : Eben E. Siadari
Daftar Pemenang The Best FIFA 2024
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Malam penganugerahan The Best FIFA Football Awards 2024 telah rampung dig...