Loading...
INDONESIA
Penulis: Sotyati 15:36 WIB | Sabtu, 12 Juli 2014

Komnas HAM: Tujuh Kasus untuk Presiden Terpilih

Foto ilustrasi unjuk rasa damai yang digelar Kontras menuntut penuntasan kasus pelanggaran hak asasi manusia. (Foto: Dok Kontras)

BANDARLAMPUNG, SATUHARAPAN.COM – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan negara masih memiliki "utang" untuk menyelesaikan tujuh kasus hukum pelanggaran HAM berat, dan beban tersebut untuk presiden terpilih mendatang.

"Presiden mendatang memiliki beban sangat berat, harus menyelesaikan hukum berbagai pelanggaran hak asasi manusia berat," kata Komisioner Komnas HAM, Siti Noor Laila, di Bandarlampung, Sabtu (12/7).

Tujuh kasus pelanggaran HAM berat tersebut merupakan rekomendasi dari Tim Penyelesaian Pelanggaram HAM berat di Indonesia yang dibentuk Komnas HAM sejak Desember 2012, di antaranya Kasus Talangsari dan penghilangan orang secara paksa menjelang 1998.

Saat itu, ada 10 kasus pelanggaran HAM berat yang direkomendasikan Komnas HAM untuk diselesaikan secara hukum oleh negara, tiga di antaranya sudah memasuki proses persidangan, yaitu kasus kekerasan di Abepura, Timor Timur, dan Tanjung Priok.

Tujuh kasus lain saat ini sudah di Kejaksaan Agung, namun lembaga tinggi negara tersebut hingga saat ini belum meningkatkan status ketujuh kasus tersebut menjadi penyidikan.

"Akibat kondisi itu, sekarang kasus tersebut jadi konsumsi politik untuk memperoleh suara pada pemilihan presiden," kata Laila.

Ketujuh kasus pelanggaran HAM berat tersebut adalah kekerasan di Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II, Talangsari, penghilangan orang secara paksa, penembakan misterius (petrus), pembantaian massal pascagerakan 30 September, dan Kerusuhan Mei 1998.

Menurut Laila, pemerintahan baru di bawah pimpinan presiden terpilih yang baru akan diumumkan pada 22 Juli 2014 harus memiliki iktikad baik penyelesaian kasus tersebut.

Dia menjelaskan ada dua cara yang bisa dilakukan presiden, yaitu penyelesaian yudisial dan penyelesaian non-yudisial. Penyelesaian yudisial dilakukan dengan cara membentuk pengadilan HAM untuk mengadili tersangka pelaku, sedangkan penyelesaian non-yudisial adalah presiden mengeluarkan langkah politik mengenai kasus tersebut, misalnya mengenai rekonsiliasi nasional.

"Pemerintah harus punya kemauan penyelesaian kasus ini, karena kalau tidak akan terus menjadi duri dalam daging yang akan meletup kapan pun," dia menambahkan. (Ant)


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home