Komnas: Kekerasan Anak Sama dengan Kejahatan Teroris
MATARAM, SATUHARAPAN.COM – Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait menyatakan kekerasan terhadap anak merupakan kejahatan luar biasa yang sama dengan kejahatan teroris, narkoba dan korupsi.
"Setiap kejahatan yang melanggar hak asasi anak sama dengan kejahatan korupsi, narkoba dan teroris sehingga pelakukan harus diberikan hukuman yang maksimal," katanya dalam konferensi pers refleksi 25 tahun ratifikasi konvensi PBB tentang hak anak dengan tema "Indonesia sudah berbuat apa," di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), hari Jumat (20/11).
Kegiatan yang berlangsung di aula pendopo walikota Mataram tersebut selain menghadirkan sejumlah awak media juga menghadirkan perwakilan pengurus Lembaga Perlindungan Anak (LPA) kabupaten/kota se-NTB.
Penetapan kasus kejahatan terhadap anak sebagai kejahatan luar biasa di negara ini sangat penting sebagai salah satu komitmen pemerintah yang sudah 25 tahun melakukan ratifikasi konvensi PBB tentang hak anak.
"Hari ini tepat tanggal 20 November 2015 merupakan peringatan 25 tahun ratifikasi hak anak, namun hingga kini pemerintah belum dapat meletakkan berbagai kasus kejahatan anak sebagai kejadian luar biasa," katanya.
Dalam kesempatan tersebut, Arist Merdeka Sirait juga menunjukkan sejumlah fakta kekerasan terhadap anak, yang dilakukan baik di kalangan rumah, sekolah dan tempat-tempat umum yang berakhir pada kematian anak secara sia-sia.
Ia menyebutkan hingga saat ini kasus kekerasan terhadap anak mencapai 21.689.797 kasus yang tersebar di 34 provinsi di 179 kabupaten/kota se-Indonesia.
"Termasuk di NTB, juga menyimpan `predator` pelaku kasus kejahatan anak sehingga NTB berada pada peringkat kelima di Indonesia terhadap kasus kekerasan terhadap anak," katanya.
Dari 21.689.797 kasus kekerasan terhadap anak, katanya, 58 persen merupakan kejahatan seksual, sementara 42 persennya merupakan kekerasan fisik, penelantaran, penculikan, eksploitasi ekonomi dan perdagangan anak.
"Lalu apa iya, anak yang mati dengan sia-sia yang diawali dengan berbagai kejahatan seperti penelantaran, kekerasan seksual tidak termasuk kejahatan luar biasa," katanya.
Karena itu, Komnas Perlindungan Anak mendesak pemerintah agar menetapkan berbagai kejahatan terhadap anak sebagai kejahatan luar biasa. Apalagi, angka tingkat kekerasan terhadap anak terus meningkat bahkan angka di tahun 2015 angkanya cukup signifikan.
Data kejahatan seksual terhadap anak yang dilaporkan ke Komnas Perlindungan Anak sejak Januari-Juni 2015 sebañyak 1.725 kasus dan 51 persennya kekerasan seksual.
"Peningkatan angka ini dikejutkan juga karena lokusnya, yang justru tidak hanya rumah tempat yang tidak aman bagi anak-anak, melainkan juga sekolah, NTB termasuk salah satunya," kata dia.
Oleh karena itu, refleksi konvensi PBB dimulai dari NTB ini, karena NTB menyimpan predator kekerasan terhadap anak sehingga suaranya harus dimulai dari NTB.
"NTB bisa menyuarakan kejahatan anak adalah kejahatan luar biasa sebagai bagian dari komitmen masyarakat NTB memerangi kasus kekerasan terhadap anak," katanya.(Ant)
Editor : Bayu Probo
AS Memveto Resolusi PBB Yang Menuntut Gencatan Senjata di Ga...
PBB, SATUHARAPAN.COM-Amerika Serikat pada hari Rabu (20/11) memveto resolusi Dewan Keamanan PBB (Per...