Komnas Perempuan Mendorong Pembatalan Kebijakan Diskriminatif
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Banyak kebijakan yang dibuat Pemerintah Daerah bukanlah kebijakan kondusif atas kondisi perempuan. Yang dihasilkan justru banyak kebijakan diskriminatif yang kian memojokkan perempuan. Demikian disampaikan Ketua Sub Komisi Reformasi Hukum dan Kebijakan pada Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Kunthi Tridewiyanti pada satuharapan.com.
“Dari 1235 kebijakan ternyata tidak seluruhnya betul-betul memberikan kebutuhan perempuan, pemenuhan hak-hak perempuan. Oleh sebab itu Komnas perempuan melakukan pelbagai upaya. Sejak tahun 2009 Komnas Perempuan melakukan upaya mendorong pembatalan kebijakan diskriminatif. Pelbagai upaya dengan membangun dialog konstruktif dengan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.” Kata Kunthi Tridewiyanti pada hari Kamis (22/8) di kantor Komnas Perempuan.
Komnas Perempuan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenhukham), dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) duduk bersama-sama untuk mendorong penghapusan kebijakan diskriminatif. Salah satu upaya yang berhasil membuat Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Kemenhukham mengeluarkan parameter HAM dan parameter gender.
“Dari dialog itu Kementerian Dalam Negeri telah mengeluarkan dua surat klarifikasi kepada Pemerintah Daerah Gorontalo dan Tasikmalaya terkait dengan upaya penerbitan kebijakan diskriminatif. Dengan Komnas Perempuan mengeluarkan catatan-catatan tentang kebijakan diskriminatif akhirnya anggota DPRD Gorontalo datang ke sini dan menanyakan apa yang perlu diubah supaya tercipta kebijakan-kebijakan yang kondusif? Ini juga dilakukan beberapa anggota DPR lainnya.”
Membangun instrumen pembatalan kebijakan diskriminatif dengan menggunakan indikator kebijakan konstitusional, yaitu 40 hak konstitusional dalam 14 rumpun.
“Kita berpegang pada hak-hak yang ada di konstitusional. Selanjutnya mengusulkan judicial review terbuka. Sudah ada dua upaya judicial review di Mahkamah Agung tetapi lebih pada prosedural. Materiilnya kita tidak begitu banyak menyertakan. Salah satu yang didorong Komnas Perempuan adalah pembatasan pengajuan 180 hari di Mahkamah Agung kemudian sekarang dibebaskan. Suatu peraturan perundang-undangan termasuk Pemda kalau dibuat 180 hari ada pengajuan. Kalau tidak ada pengajuan secara prosedural tidak ada permasalahan. Kita bisa bayangkan suatu akibat dari peraturan itu tidak bisa secepat itu. Dalam waktu jangka panjang baru ketahuan.” Kata Kunthi Tridewiyanti.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Kesamaan Persepsi Guru dan Orangtua dapat Cegah Kekerasan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Co-founder Sehat Jiwa Nur Ihsanti Amalia mengatakan, kesamaan persepsi an...