Komnas Perempuan: Penanganan Mumpuni Korban Kekerasan Seksual Tidak Dapat Ditunda
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyatakan bahwa kebutuhan penanganan yang mumpuni untuk perempuan korban tidak dapat ditunda lagi.
Melalui keterangan pers yang dirilis pada Senin (25/11) Komnas Perempuan mencatat sedikitnya 35 perempuan menjadi korban kekerasan seksual setiap harinya. Pada tahun 2012 saja, tercatat 4.336 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan. Jumlah ini masih merupakan puncak gunung es sementara stigma dan beban pembuktian menyebabkan sebagian banyak korban masih enggan melaporkan kasusnya.
Empat jenis kekerasan yang paling banyak ditangani adalah perkosaan dan pencabulan, percobaan perkosaan, pelecehan seksual, dan trafficking untuk tujuan seksual. Selain itu ada 15 jenis kekerasan seksual yang dialami perempuan di Indonesia dan masing-masingnya perlu didalami.
Yaitu eksploitasi seksual, penyiksaan seksual, perbudakan seksual, prostitusi paksa, pemaksaan kehamilan, pemaksaan aborsi, pemaksaan perkawinan, kontrol seksual termasuk pemaksaan busana dan kriminalisasi perempuan lewat aturan diskriminatif beralasan moralitas dan agama, penghukuman tidak manusiawi dan bernuansa seksual, praktik tradisi bernuansa seksual yang membahayakan atau mendiskriminasi perempuan, dan kontrasepsi atau sterilisasi paksa.
Kekerasan seksual dapat terjadi baik di lingkungan rumah, di tengah-tengah masyarakat, maupun dilakukan aparat negara.
Meski telah tampak perbaikan dalam hal penanganan oleh aparat penegak hukum, para pendamping melaporkan bahwa situasi perbaikan belum merata. Korupsi yang menggurita masih menjadi kendala utama bagi korban untuk mendapat keadilan.
Di sebagian banyak daerah, korban masih harus berhadapan dengan sikap aparat menyalahkan korban ataupun mendorong mediasi yang justru menghalangi pemulihan hak-hak korban. Layanan bagi perempuan korban juga sangat terbatas, unit penanganan pengaduan di kepolisian belum menjadi prioritas, dan pusat layanan terpadu yang dikoordinir Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak kerap terhambat oleh struktur dan dukungan seadanya.
Penanganan kasus semakin rumit ketika kebijakan daerah justru menempatkan persoalan kekerasan seksual sebagai isu moralitas. Belum lagi sikap pejabat publik yang turut melecehkan dan menghakimi korban.
Upaya untuk menangani kekerasan seksual dengan menyeluruh masih tertatih. Salah satu masalah utama adalah belum adanya payung hukum yang memadai. Sampai hari ini, perbaikan hukum pidana dan hukum acara pidana berjalan pelan, bahkan seolah kehilangan arah.
Solidaritas Masyarakat dengan Perempuan Korban
Di tengah situasi itu, Komnas Perempuan mencatat penguatan geliat inisiatif dan kerja-kerja di masyarakat untuk mendukung upaya penuntasan kasus kekerasan seksual. Respon masyarakat dan media mengecam pernyataan para pejabat publik yang menstigma korban, ataupun gagasan tes keperawanan, menjadi salah satu penanda.
Muncul pula inisiatif relawan yang mengikrarkan diri untuk ikut melakukan perlawanan. Di antaranya adalah kelompok musik Simponi yang melalui lagu Sister In Danger berkampanye di 11 kota di Jawa dan Bali, mahasiswa Sekolah Desain Komunikasi Visual Universitas Bina Nusantara (DKV-Binus) yang mengaplikasikan ilmunya mendukung kampanye melawan kekerasan seksual, serta jaringan relawan Jakarta Bebas Kekerasan Seksual yang dibentuk pada bulan Oktober lalu.
Penguatan tanggapan masyarakat juga dapat dilihat dari jumlah pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (K16HAKtP). Komnas Perempuan mencatat bahwa tahun ini setidaknya ada 129 organisasi tersebar di 51 kabupaten di 25 Provinsi yang menyelenggarakan K16HAKtP di Indonesia.
Jumlah ini bertambah 100 persen dari penyelenggaraan kampanye serupa dua tahun lalu. K16HAKtP berlangsung setiap tahunnya, mulai dari Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan 25 November hingga Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia 10 Desember.
Sejak tahun 2010, Komnas Perempuan dan mitranya mendedikasikan K16HAKtP untuk memfokuskan diri pada isu kekerasan seksual. Dukungan pada K16HAKtP akan turut menentukan keberhasilan untuk segera terselenggaranya penanganan yang mumpuni bagi perempuan korban kekerasan seksual.
Siaran pers Komnas Perempuan ini untuk memperingati Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan 25 November sekaligus Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Dampak Childfree Pada Wanita
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Praktisi Kesehatan Masyarakat dr. Ngabila Salama membeberkan sejumlah dam...