Komnas Perempuan Sampaikan Laporan Pertanggungjawaban 2015
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) dalam pernyataan tertulisnya, menyatakan memilki sebuah kewajiban untuk menyampaikan Laporan Pertanggungjawaban dan Konsultasi Publik 2015. Dan pada hari Kamis (17/12), bertempat di Ballroom Hotel Oria Jakarta.
Komnas Perempuan melaksanakan tanggung jawabnya tersebut yang diberi tema “Penguatan Mekanisme Nasional HAM untuk Penanganan Kekerasan terhadap Perempuan” di depan rekan media, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Pemberdayaan Perempuan, BAPENAS, Pengada Layanan Bagi Perempuan dari 33 daerah yang tersebar di Indonesia, LSM LBT, LSM pembela perempuan, dan lain-lain.
‘Kemajuan dalam upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan berupa regulasi yang mencegah lahirnya kebijakan yang diskriminatif serta semakin optimalnya layanan bagi korban. Selain itu, adanya peningkatan kinerja aparat penegak hukum (penyidik) dalam penyidikan kasus kekerasan terhadap perempuan yang dibarengi dengan meningkatnya dukungan masyarakat dalam upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan,” kata Azriana, Ketua Komnas Perempuan.
Menurut Kementerian Hukum dan HAM melalui perwakilannya, selama ini Kementerian Hukum dan HAM selalu berdampingan dengan Komnas Perempuan melalui program dan kegiatan, khususnya oleh Direktorat Jenderal 6.
“Semua program dan kegiatan kami itu memberikan kemuliaan atau penghormatan yang sangat tinggi kepada perempuan, salah satunya seperti pelayanan komunikasi dan pengaduan masyarakat perempuan yang mengalami intoleransi, diskriminasi, dan kekerasan agar mendapatkan advokasi dan pemulihan,” ujar perwakilan dari Kementerian Hukum dan HAM ketika diminta memberikan tanggapan atas Laporan Pertanggungjawaban dan Konsultasi Publik Komnas Perempuan Tahun 2015.
Kementerian Hukum dan HAM juga membuat gerakan kabupaten kota peduli HAM yang di dalamnya harus memperhatikan hak perempuan sebagai persyaratannya. Penguatan HAM yang bekerjasama dengan Kementerian Dalam Negeri dengan melatih para Satpol PP di beberapa provinsi dan kabupaten kota juga dilakukan oleh Kementerian ini.
“Satpol PP tersebut dibina agar berpegang teguh pada panduan dan pedoman dalam menjalankan tugas sehingga sesuai dengan kaidah atau prinsip-prinsip yang diisyaratkan dalam HAM. Capaian-capaian kerja Komnas Perempuan selama 17 tahun ini sudah sangat banyak dan baik, tetapi pasti ke depan semakin memiliki tantangan berupa persoalan-persoalan yang membutuhkan banyak waktu dan sinergisasi dengan berbagai lembaga dalam rangka membantu menjangkau titik-titik yang belum bisa digapai Komnas Perempuan saat ini melalui kegiatan-kegiatan koordinasi,” kata perwakilan Kementerian Hukum dan HAM.
Siti Nurlela, perwakilan dari Komnas HAM, juga memberikan tanggapannya.
“Sebagai induk semang, Komnas HAM memberikan apresiasi yang tinggi kepada Komnas Perempuan atas laporan tahunan yang sudah dibuat dan diperdengarkan pada hari ini beserta berbagai capaian yang luar biasa. Terkait soal kelembagaan, kami memberikan penghargaan terhadap Komnas Perempuan karena dalam menyelesaikan persoalan birokrasi dan keuangan juga mengalami suatu kemajuan. Komnas HAM sepenuhnya juga memberikan dukungan bagi Komnas Perempuan untuk menjadi satuan kerja mandiri dengan penguatan kelembagaan," kata Siti Nurlaela.
Komnas Perempuan menurut dia, harus fokus terhadap penguatan kelembagaan, dengan tidak hanya membahas secara teknis (anggaran dan satuan kerja mandiri), tetapi harus menguatkan basisnya terlebih dahulu sehingga Komnas Perempuan nantinya harus bisa berada dalam satu aturan undang-undang. Undang-undang akan memperkuat Komnas Perempuan, maka dari itu Komnas Perempuan tidak boleh ragu dalam penguatan kelembagaan.
"Dengan penguatan kelembagaan Komnas Perempuan, maka secara otomatis juga menguatkan perjuangan untuk kaum Perempuan di Indonesia. Perkawinan pada usia anak-anak juga mahkamah konstitusi sistem hukum dan peradilan Indonesia belum menunjukkan rasa keadilan masyarakat dan keberpihakan kepada kelompok yang lemah. Komnas HAM berharap Komnas Perempuan memiliki strategi lain dalam menjawab persoalan perkawinan pada usia anak-anak (pernikahan dini) karena memilki banyak dampak buruk bagi masyarakat. Hal ini masih menunjukkan kegagalan negara karena angka kematian ibu yang semakin meningkat,” kata Siti Nurlaela dalam penjelasannya.
Komnas Perempuan memiliki strategi pelaksanaan mandat dalam ranah negara, ranah masyarakat, ranah korban, dan ranah kelembagaan. Dalam capaiannya pun, Komnas Perempuan juga menggunakan empat ranah tersebut sebagai sasaran utamanya. Pelaksana mandat terdiri dari tiga pimpinan (ketua dan wakil ketua Komnas Perempuan), 12 anggota Komisi (Komisioner) yang tersebar dalam lima sub Komisi (pendidikan, reformasi hukum dan kebijakan, pemantauan, pengembangan sistem pemulihan dan partisipasi masyarakat), dan tiga gugus kerja (Papua, Perempuan dalam Konstitusi dan Hukum Nasional, dan Perempuan Pekerja Migran), satu Sekretaris Jenderal yang memimpin sekretariat, dan Badan Pekerja yang tersebar dalam divisi-divisi pendukung Sub Komisi dan Gugus Kerja serta Sekretariat.
Azriana, Ketua Komnas Perempuan, selain menyampaikan laporan penerimaan dana Komnas Perempuan tahun 2015 yang terdiri dari laporan penyerapan dana APBN bulan Januari hingga bulan Oktober tahun 2015, serta penyerapan dana hibah bulan Januari hingga bulan Oktober tahun 2015, juga menyampaikan berbagai macam tantangan ke depan yang menjadi semangat Komnas Perempuan dalam melaksanakan mandat-mandatnya bagi kemajuan dan kemerdekaan kaum perempuan di Indonesia.
Menurut Azriana, tantangan Komnas Perempuan ke depannya antara lain: ditolaknya judicial review usia perkawinan anak, lahirnya sejumlah kebijakan yang diskriminatif terhadap perempuan di sejumlah daerah, cara-cara kekerasan yang masih digunakan dalam penggusuran, tindakan intoleransi dan kekerasan berbasis agama, minimnya regulasi untuk melindungi perempuan dari kekerasan seksual, prolegnas belum memprioritaskan perlindungan hak perempuan.
Selain itu menurutnya, peningkatan kesadaran publik tentang kekerasan terhadap perempuan belum disertai dengan infrastruktur yang memadai terutama dalam hal pelayanan korban dan minimnya lembaga rujukan di daerah, APH masih memiliki paradigma legalistik dalam menegakkan hukum acara pidana yang belum mengakomodasi perlindungan hak-hak korban, DPR RI belum memahami prioritas peraturan per-UU-an terkait perlindungan perempuan sebagai prioritas dalam prolegnas, negara (pemerintah pusat) belum memberikan pengakuan atas peristiwa pelanggaran HAM masa lalu (1965), dalam beberapa forum strategis dengan K/L, perwakilan yang hadir bukan pengambil kebijakan, dalam menjalankan mandatnya, Komnas Perempuan masih bergantung kepada dana hibah, dan kebijakan anggaran bagi Komnas Perempuan belum berorientasi pada penguatan Komnas Perempuan sebagai LNHAM.
Sedangkan Putu Elvina, perwakilan dari KPAI juga mencoba memberikan pandangannnya dalam forum tersebut.
“Pemerintah harus menyediakan akses lapang bagi keadilan untuk perempuan dan anak. Apa yang berhasil dilakukan oleh Komnas Perempuan akan berdamapak juga pada kemajuan perlindungan anak karena ketika perempuan-perempuan Indonesia kuat dan bahagia maka ini akan berbanding lurus terhadap upaya perlindungan anak. KPAI sangat mengapresiasi budaya positif laporan tahunan Komnas Perempuan yang secara rutin dilaporkan ke publik. Komnas Perempuan selalu mau membuka diri dalam menerima kritik demi langkah kerjanya yang lebih baik di tahun-tahun berikutnya. Komnas Perempuan merupakan lembaga hebat karena merupakan lembaga multitasking dalam fungsi kerjanya di tengah masyarakat,” kata Putu Elvina.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...