Kompetensi Budaya Diperlukan dalam Interaksi Medsos
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Seperti halnya bermasyarakat dalam lingkungan sosial pada umumnya, dalam dunia digital juga dibutuhkan kompetensi budaya agar warganet bijak dalam berinteraksi di media sosial.
Kompetensi budaya bermedia digital merupakan kemampuan individu dalam membaca, menguraikan, membiasakan, memeriksa, dan membangun wawasan kebangsaan, serta mengimplementasikan nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika di ruang digital, kata dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Islam Bandung, Santi Indra Astuti.
"Ada empat tantangan dalam membentuk budaya bermedia digital," kata Santi dalam webinar "Indonesia Makin Cakap Digital" yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk komunitas digital di wilayah Bali - Nusa Tenggara, Kamis (20/10) malam.
Santi menjelaskan, tantangan pertama adalah membangun karakter di ruang digital, yakni menjadikan nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai landasan kecakapan digital.
Dalam hal ini, lanjut Santi, termasuk mewujudkan nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai panduan karakter dalam beraktivitas di ruang digital.
Tantangan kedua, membentuk identitas di ruang digital. Jatidiri di ruang budaya digital, kata Santi, sesungguhnya tak berbeda dengan budaya nondigital. Namun, seringkali perilaku di dunia digital berbeda dengan dunia nondigital.
Selanjutnya, ketiga, yakni menguatkan ekonomi digital dengan mengubah mindset ke ekonomi digital, tumbuhkan kreativitas, tingkatkan produktivitas, jaga keamanan, dan saling melindungi dari ancaman kejahatan dunia siber.
Yang terakhir, keempat, menumbuhkan kecintaan dan kebanggaan pada karya anak bangsa, mengutamakan dan bangga dengan produk dalam negeri.
"Memberi feedback positif, turut mempromosikan, menjadi pelaku usaha, dan tidak mengonsumsi berlebihan," katanya menambahkan.
Webinar #MakinCakapDigital 2022 yang merupakan bagian dari sosialisasi Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) ini diselenggarakan oleh Kemenkominfo bekerja sama dengan Siberkreasi dan mitra jejaring lainnya.
Kegiatan yang diagendakan digelar hingga awal Desember mendatang tersebut diharapkan mampu memberikan panduan kepada masyarakat dalam melakukan aktivitas digital.
Sejak diselenggarakan pada 2017, GNLD telah menjangkau 12,6 juta warga masyarakat. Pada tahun 2022, Kemenkominfo menargetkan pemberian pelatihan literasi digital kepada 5,5 juta warga masyarakat.
Pelatihan literasi digital di 34 provinsi dan 514 kabupaten tersebut selalu membahas setiap tema dari sudut pandang empat pilar utama, yakni kecakapan digital, etika digital, keamanan digital, dan budaya digital untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.
Dari perspektif etika digital (digital ethics), praktisi penyiaran Ari Utami menambahkan, dunia kini telah memasuki era masyarakat 5.0. Ciri utama masyarakat 5.0 ditandai dengan penggunaan internet dan media sosial di segala bidang kehidupan (Internet of Thing – IOT).
"Internet dan medsos bukan sekadar gaya hidup, namun telah menjadi kebutuhan hidup," tegas Ari Utami.
Ari menyebut era masyarakat 5.0 juga ditandai adanya banjir informasi, overdosis informasi, hingga terjadi obesitas informasi. Namun, kondisi tersebut belum diimbangi dengan pemahaman dan kesadaran perilaku para penggunanya.
"Banyak perilaku pengguna digital yang belum memiliki pemahaman terkait etika berinternet (netiket). Untuk itu, perlu literasi digital," demikian Ari Utami.
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...