KontraS: 134 Peristiwa Penyiksaan di Indonesia Didominasi Polisi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mencatat dalam setahun terakhir terdapat 134 peristiwa penyiksaan dan tindakan tidak manusiawi yang dilakukan oleh aparat yang tersebar di Indonesia.
“Aparat polisi menjadi aparat yang masih mendominasi melakukan tindak kekerasan dan penyiksaan terkait dengan proses penegakan hukum. Meningkatnya praktik penyiksaan dan tindakan tidak manusiawi dikarenakan masih rendahnya respon dan kemauan institusi kepolisian untuk menyelesaikan kasus-kasus kriminal yang sangat minim diaudit, seperti di tahanan sel kepolisian maupun lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan,” kata Koordinator KontraS, Haris Azhar saat menyampaikan Laporan Situasi Penyiksaan di Indonesia tahun 2015 – 2016 di Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat, hari Sabtu (25/6).
Haris menambahkan, mendekati pemilihan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri), Tito Karnavian dalam programnya menyampaikan ingin melakukan reformasi di tubuh kepolisian. Namun, itu menurut KontraS, bukan sebuah terobosoan, karena hal itu sudah disampaikan sejak Kapolri yang terdahulu.
“Saya berharap polisi itu menjalankan saja fungsinya sebagai aparat penegak hukum yang fokus dalam penindakan kriminal umum di masyarakat dan tanpa melakukan tindakan kekerasan disertai penyiksaan,” kata Haris.
Dia menambahkan, jika Tito Karnavian berani melakukan terobosan, yang pertama harus dilakukan adalah berani untuk menindak anggotanya melalui proses hukum yang terbukti telah melakukan tindakan kekerasan dan penyiksaan terhadap masyarakat sipil. Dan yang kedua, hentikan cara-cara memberikan uang sebagai ganti rugi kepada para korban, yang selama ini tidak tahu dari mana uang tersebut didapat.
Selain Haris Azhar, hadir juga komisioner Ombudsman Republik Indonesia, Adrianus Meliala, yang menyampaikan keprihatinannya terhadap proses pendataan terhadap tindakan kekerasan di Indonesia.
“Dari puluhan juta anak-anak muda yang ada di Indonesia, hanya KontraS yang selama ini konsen mencatat dan mendata tindakan kekerasan yang terjadi serta mendorong tindakan kekerasan tidak lagi digunakan sebagai cara untuk melakukan proses penegakan hukum,” kata Adrianus Meliala saat memberikan pendapatnya.
Adrianus menambahkan selama ini Ombudsman telah menerima banyak laporan terkait dengan tindakan kekerasan yang selama ini terjadi di Indonesia. Ombudsman bertindak sebagai bagian dari pemerintah yang mendorong agar permasalahan kekerasan dapat diredam dan tidak lagi digunakan sebagai cara dalam rangka proses penegakan hukum.
Dari 134 peristiwa penyiksaan yang dilansir oleh KontraS paling banyak terjadi di wilayah Provinsi Sumatera Utara dengan jumlah sebanyak 19 peristiwa, diikuti oleh Provinsi Jawa Barat sebanyak 13 perisitiwa, Jawa Tengah 11 peristiwa, Sulawesi Selatan dan Papua masing-masing delapan peristiwa yang menurut hasil kajian yang dilakukan oleh KontraS telah mengalami peningkatan.
Melihat kondisi itu, dalam rangka memperingati Hari Anti Penyiksaan Internasional, KontraS meminta kepada pemerintah untuk meratifikasi Protokol Opsional Konvensi Anti Penyiksaan dan Konvensi Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa serta Statuta Roma untuk Mahkamah Pidana Internasional yang bisa dijadikan rujukan dalam melihat akuntabilitas untuk kejahatan penyiksaan yang di dalamnya masuk dalam kategori kejahatan kemanusiaan.
Editor : Eben E. Siadari
Daftar Pemenang The Best FIFA 2024
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Malam penganugerahan The Best FIFA Football Awards 2024 telah rampung dig...