Loading...
INDONESIA
Penulis: Reporter Satuharapan 20:21 WIB | Sabtu, 20 Agustus 2016

KontraS: Aduan "Bongkar Aparat" Kebanyakan Narkotika

Dirtipideksus Bareskrim Polri Brigjen Pol Agung Setya (kiri), Deputi Pemberantasan BNN Irjen Pol Arman Depari (kedua kiri), Humas PPATK Brigjen Pol Firman Shantyabudi (kedua kanan), dan Direktur TPPU Badan Narkotika Nasional (BNN) Brigjen Pol Rohmad Sunanto (kanan) memberikan keterangan pers mengenai penelusuran uang hasil bisnis narkotika di Kantor Badan Narkotika Nasional (BNN), Jakarta, Jumat (19/8). BNN hingga kini masih melakukan penyelidikan atas temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang diserahkan kepada BNN pada 21 Maret 2016, yaitu berupa Laporan Hasil Analisis (LHA) keuangan mencurigakan senilai Rp 3,6 Triliun yang diduga kuat merupakan hasil transaksi narkotika milik bandar narkoba dalam kurun waktu 2004-2015. (Foto: Antara)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyatakan kasus dugaan aparat terkait narkotika merupakan yang terbanyak dari laporan masyarakat ke posko darurat "Bongkar Aparat" yang didirikan sejak 4 Agustus 2016.

"Sampai hari ini (Jumat), kami menerima 45 pengaduan dari masyarakat. Dari jumlah tersebut, 38 di antaranya adalah kasus dugaan keterlibatan aparat dalam kejahatan narkotika," ujar Kepala Divisi Advokasi Hak Sipil dan Politik, Putri Kanesia di Kantor KontraS, Jakarta, hari Jumat (19/8).

Putri melanjutkan dari 38 kasus tersebut, aduan paling banyak terjadi di DKI Jakarta (13 kasus), lainnya tersebuar dari Aceh hingga Nusa Tenggara Barat.

Sementara institusi yang tersering disebut terkait dalam laporan itu adalah Polri dengan 24 kasus, dan sisanya TNI, BNN, petugas lapas, hakim, jaksa serta Satgas Kemenkumham.

KontraS menyebut laporan masyarakat yang masuk ke posko berisi hampir semua tindak kriminal terkait narkotika, seperti kepemilikan, penyalahgunaan sampai pemerasan kepada narapidana narkotika.

"Ada mantan napi yang mengaku diperas ketika akan disidang. Oleh karena itulah kami mendapat dugaan keterlibatan hakim," ucap Putri.

Pihak KontraS sendiri selanjutnya masih menerima aduan sembari melakukan verifikasi terhadap semua laporan yang datang dari masyarakat. Oleh karena itu organisasi yang didirikan oleh pegiat HAM, Munir Said Thalib ini belum mau mengungkap secara rinci nama-nama pelapor maupun yang dilaporkan.

"Kami tidak mau terlalu cepat menyimpulkan, karena masih terus melakukan klarifikasi dan verifikasi terhadap aduan masyarakat. Kami ingin mengetahui apakah kasus ini ada keterkaitan satu sama lain," tutur Putri.

Dia menambahkan, KontraS tidak sembarangan dalam menerima pengaduan dari masyarakat. Jika ingin melaporkan kasus ke posko Bongkar Aparat, baik dengan datang langsung ke Kantor KontraS atau melalui laman daring, pengadu harus melengkapi diri dengan barang bukti dan saksi-saksi.

Kalau pelapor mau, lanjut Putri, pihak Kontras bisa membantu untuk meneruskan aduan ke dalam proses hukum.

"Namun dari 45 aduan, baru ada tujuh pelapor yang bersedia membawanya ke dalam proses hukum. Selebihnya tidak bersedia karena berbagai alasan seperti khawatir akan keselamatan diri dan keluarga, tidak percaya laporannya akan ditindaklanjuti penegak hukum, merasa kurang cukup bukti karena menjadi satu-satunya saksi dan takut dikriminalisasi karena laporannya," ujar Putri.

Adapun KontraS, yang tergabung dalam Koalisi Anti-Mafia Narkoba, masih membuka kesempatan bagi masyarakat yang ingin memberikan aduan ke Posko Bongkar Aparat. Selain datang langsung ke kantor KontraS di Jakarta, juga bisa mengisi melalui laman bit.ly/pengaduanbongkaraparat. 

Jalan lain, bisa memasukkan aduan ke kantor-kantor jaringan Koalisi Anti Mafia Narkoba seperti Posko Darurat "Bongkar Aparat" yang didirikan Pemuda Muhammadiyah dan berada di kantor-kantor cabang Muhammadiyah di seluruh Indonesia.

Kemudian bisa pula melaporkan ke Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN PERADI) dengan Ketua Umum Luhut Pangaribuan melalui Tim Advokasi untuk Haris Azhar (TAHAR), ke Persaudaraan Korban Napza Indonesia (PKNI) serta di posko serupa milik LBH Yogyakarta dan LBH Masyarakat.

Posko Darurat "Bongkar Aparat" ini didirikan setelah adanya pengakuan terpidana mati kasus narkoba Freddy Budiman kepada Koordinator KontraS Haris Azhar bahwa ada pejabat dari BNN, TNI dan Polri yang terlibat dan mengambil keuntungan sebesar ratusan miliar rupiah dari bisnis narkotika.

Haris Azhar kemudian menuliskannya dalam sebuah artikel, mengunggahnya dan merebak di media sosial. Atas tulisan itu, Haris Azhar dilaporkan oleh BNN, Polri dan TNI ke Bareskrim Polri dengan sangkaan melanggar Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).  (Ant)

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home