KontraS Gelar Hari Anti Penghilangan Paksa Internasional
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menggelar peringatan hari anti Penghilangan Paksa Internasional dengan tema “ Mas Joko, Berani Nggak “ sebagai semboyan untuk presiden terpilih Joko Widodo dalam menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran hak azasi manusia (HAM) berat di Indonesia. Peringatan hari Penghilangan Paksa merupakan peringatan hari untuk mereka yang dihilangkan secara paksa dari praktik kotor serta rezim otoriter diberbagai belahan dunia untuk memberangus kebebasan masyarakat sipil dan membungkam para aktivis yang kritis.
Praktik penghilangan secara paksa juga terjadi di Indonesia yang sudah dilakukan sejak tahun 1965 sampai 1998 pada masa rezim orde baru (Orba). Negara melalui aktor keamanan dalam hal ini militer, intelijen, dan polisi melakukan tindak penculikan dan penghilangan secara paksa.
Dalam aksi peringatan tersebut KontraS mendorong kepada presiden dan wakil presiden terpilih Joko Widodo dan Jusuf Kalla untuk menjawab komitmen yang telah disampaikan dalam visi dan misinya untuk menyelesaikan sejumlah kasus-kasus pelanggaran hak azasi manusia (HAM) di masa lalu seperti kerusuhan Mei 1998, Trisakti-Semanggi 1 dan 2, penghilangan paksa, Talang Sari – Lampung, dan Tanjung Priuk, serta tragedi 1965.
Sebagai langkah awal KontraS memberikan masukan kepada presiden terpilih Joko Widodo untuk membuat tiga kebijakan prioritas untuk menyelesaikan peristiwa pelanggaran HAM yang berat diantaranya meningkatkan akuntabilitas penegakan hukum demi terselenggaranya kepastian hukum dan perlakuan yang sama di hadapan hukum. Kedua mewujudkan keadilan restoratif melalui upaya pemulihan harkat dan martabat kehidupan para korban dengan memberikan jaminan dan kepastian bagi keluarga korban yang dihilangkan secara paksa untuk pemulihan atas hak korban dan menjamin akses pendidikan dan kesehatan yang memadahi bagi keluarga korban dan yang ketiga menjamin adanya pencegahan keberulangan di masa depan melalui penghapusan kebijakan yang diskriminatif.
Untuk memastikan ketiga kebijakan tersebut dapat berjalan presiden terpilih Joko Widodo harus membentuk Komite Kepresidenan melalui Keputusan Presiden (Keppres). Diharapkan komite tersebut diisi oleh orang-orang yang memiliki figur mulia, berpihak kepada keadilan dan memiliki rekam jejak yang kredibel pada isu kemanusiaan di Indonesia.
Komite tersebut sepatutnya dapat bekerja dalam empat hal diantaranya merumuskan upaya proses keadilan secara bermartabat,mengungkapkan fakta seperti menemukan mereka yang hilang, merumuskan kebijakan dan program pemulihan untuk korban di masyarakat luas dan membuat pernyataan resmi permohonan maaf dan penyesalan terhadap praktik negara di masa lampau dalam tindakan pelanggaran HAM.
Editor : Bayu Probo
AS Memveto Resolusi PBB Yang Menuntut Gencatan Senjata di Ga...
PBB, SATUHARAPAN.COM-Amerika Serikat pada hari Rabu (20/11) memveto resolusi Dewan Keamanan PBB (Per...