Korban Kecelakaan Pesawat, Mantan Pramugari Jadi Penulis
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Mendapat kesempatan kedua untuk hidup, selepas kecelakaan pesawat Lion Air pada 2004 silam, seorang wanita yang tadinya berprofesi sebagai pramugari kini menjadi penulis dan pemilik perusahaan penerbitan, dia adalah Laura Lazarus.
Bertempat di Gedung Nusantara IV MPR RI, Kamis (28/8), buku karya Laura, The New Unbroken Wings, untuk pertama kalinya dibahas bersama Perpustakaan MPR RI dalam acara “Bicara Buku Bersama Wakil Rakyat Kita”.
Turut hadir menjadi pembicara Anggota Komisi III DPR RI, Paula Sinjal, Kepala Sekretariat Komisi III DPR RI, Tri Budi Utami yang sekaligus sebagai penggiat agama Kristen di lingkungan DPR, Editor Senior Gramedia, Irna Permanasari, Vice president Association of Parliamentary Librarians of Asia Pacific (APALA), Widya Chalid, dan Wartawan Parlemen dari Rakyat Merdeka, Arif Gunawan sebagai moderator acara.
Judul buku ini memiliki tema filosofis tersendiri bagi Laura. Dulu ketika usianya masih 19 tahun pada 2004, dia adalah pramugari Lion Air. Bagi remaja putri seperti Laura saat itu, profesi pramugari adalah impian karena bisa terbang ke manapun, dan dibayar pula. Selain itu, kesan yang ia lihat dari seorang pramugari adalah, cantik, pintar, berkelimpahan materi, tegas, dan semua orang yang berada di dalam pesawat akan menuruti pernntah pramugari dengan alasan keselamatan.
Laura yang sebelumnya berasal dari tempat tinggal kumuh, tomboy dan dekil, ketika menjadi pramugari, ia bagaikan memiliki sayap yang membawanya terbang tinggi kemanapun.
Saat bertugas, pesawat yang ditumpanginya mengalami musibah ketika mau mendarat di Bandara Adi Sumarmo, Solo, Jawa Tengah. Pesawaat nahas itu menabrak pagar dan masuk ke areal pemakaman. Begitu pesawat berhenti, semua penumpang panik karena bau aftur (bahan bakar pesawat terbang) yang sangat kuat, ditakutkan pesawat bisa langsung meledak.
Waktu kecelakaan tersebut Laura berada di bagian depan pesawat, tubuhnya terlempar beberapa meter bersama kursi yang ia duduki. Kemudian dia bercerita, bahwa rekan pramugari di sebelahnya meninggal seketika begitu tertimpa bagian pesawat, kapten pesawat meninggal ditempat, semua penumpang di kelas bisnis meninggal, dan penumpang di bagian lain banyak yang meninggal dalam keadaan anggota tubuhnya lepas.
Laura mengaku sempat pingsan, begitu tersadar, ia mendengar kabar salah satu bagian tubuhnya hilang dan baru diketemukan sekitar pukul 12 malam. Laura mengalami kondisi koma selama tiga hari. Dalam kondisi itu terjadilah pergumulan spiritualnya, di mana ia merasa dihadapkan antara dua pilihan yaitu surga atau neraka.
Tetapi Laura yang seorang Kristiani berdoa pada saat itu, supaya Tuhan memberinya kesempatan kedua untuk memperbaiki hidupnya. Ia teringat kesalahan yang pernah ia lakukan kepada orangtuanya, karena belum sempat menjadi anak baik bagi orangtuanya.
“Saya melihat sedikit cahaya, kemudian saya lihat sebuah jam dinding besar sekali, separuh gelap dan separuhnya terang. Saya seperti dipaksa berjalan ke arah jarum jam yang terang, dari sana saya melihat sosok pribadi yang wajahnya tidak bisa saya lihat, dan ada suara berkata ‘kamu harus kembali, masih ada yang harus kamu ceritakan’. Tetapi saya tidak mengerti apa artinya, lalu saya terus berjalan. Pada saat berjalan saya merasa hanya beberapa detik, tetapi begitu terbangun, ternyata saya sudah koma selama tiga hari,” ungkap Laura.
Setelah melewati masa kritis itu, Laura menjalani kehidupan barunya yang lumpuh total. Operasi demi operasi ia jalani, pengobatan, terapi, dan berbagai upaya lainnya ia jalani demi kesembuhan. Saat-saat itu bagi Laura, membuat dia merasa sayapnya telah patah, sama seperti sayap pesawat yang ia tumpangi itu. Segala harapan dan impian Laura hilang begitu saja, dan hanya tersisa keterpurukan. Seorang remaja putri yang tadinya memiliki tubuh lengkap, punya pekerjaan, tiba-tiba lumpuh, jangankan bekerja, untuk makan saja ia tidak bisa melakukannya sendiri tanpa bantuan orang lain.
Namun, kasih sayang dari orangtua dan dukungan keluarganya, yang senantiasa menjaga dan merawatnya, membuat ia bangkit dan bagaikan memiliki sayap baru meski saat ini ia berjalan dengan tongkat. Laura menyebutkan, ia bangkit karena imannya akan Tuhan, serta kasih dari keluarga yang tidak pernah lelah. Laura senantiasa percaya akan rancangan Tuhan yang indah pada waktunya.
Nama Lazarus, kita ketahui dari Kitab Injil adalah seorang pria yang mati, tetapi dibangkitkan oleh Yesus atas kuasa Allah Bapa. Lazarus dalam Injil diberi kesempatan kedua oleh Tuhan untuk hidup dan memperbaiki kesalahan-kesalahannya, mirip seperti kisah Laura Lazarus.
Buku The New Unbroken Wings sebelumnya telah beberapa kali dicetak oleh beberapa penerbit secara berpindah-pindah. Kini, dikatakan Laura karena kebaikan Tuhan pula ia bisa memiliki perusahaan penerbitan sendiri, yaitu Growing Publishing. Dan dalam acara bicara buku tersebut, merupakan cetakan pertama yang diterbitkan Growing Publishing.
Di Indonesia masih jarang sekali ada buku-buku yang mendokumentasikan kecelakaan transportasi, padahal jika dilihat dari segi jumlah kecelakaan sangat banyak sekali. Oleh sebab itu, bahasan Laura dalam buku ini begitu diapresiasi para pembicara.
Paula Sinjal mengaku ketika membaca pertama kali tulisan dalam buku itu merasa tersentuh, karena mengingatkan dia dan anggota parlemen lainnya untuk memperjuangkan undang-undang tentang keamanan dan keselamatan transportasi. Seperti kita ketahui, banyak dari korban kecelakaan transportasi yang tidak mendapatkan haknya berupa ganti rugi yang sesuai, sekalipun mengalami kecacatan fisik maupun trauma psikis, sampai tidak mampu bekerja normal kembali.
Editor : Bayu Probo
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...