Korban Tewas Cuaca Panas di Pakistan Capai 838 Orang
KARACHI, SATUHARAPAN.COM – Angin dari laut dan pra musim hujan mendingingkan Pakistan bagian selatan pada hari Rabu (24/6) kemungkinan menandai akhir dari gelombang panas terik yang sejauh ini telah menewaskan sedikitnya 838 orang, demikian pernyataan pihak berwewenang, sebagaimana dilaporkan oleh cbcnews mengutip Associated Press.
Suhu di Karachi telah turun menjadi 34 C, kata ahli meteorologi Abdur Rasheed. Para pejabat rumah sakit mengatakan pasien baru juga telah turun dibandingkan dengan hari-hari sebelumnya, ketika pasien mengalami dehidrasi berbaring di koridor dan di luar klinik.
Kota pelabuhan itu telah berada dalam cengkeraman gelombang panas yang disebut terburuk dalam setidaknya satu dekade, dengan suhu melesat mencapai 45 C. Listrik padam dalam waktu yang lama, sedikitnya air mengalir dan mayoritas orang puasa pada bulan suci Ramadan telah memperburuk situasi.
Karachi, tempat bermukim bagi sekitar 20 juta orang, menderita di bawah jaringan listrik yang tidak efisien dan kekurangan air minum. Listrik padam juga mempengaruhi pasokan air yang sporadis di Karachi, di mana orang-orang yang mampu membelinya mengandalkan tangki air yang dikirim ke rumah mereka.
Selama hari-hari terburuk gelombang panas ini, warga Karachi mencoba untuk menemukan air yang mengalir untuk mendinginkan diri di keran umum atau pipa rusak. Beberapa dari mereka mandi dengan tetap berpakaian, sementara yang lain membasahi tangan, wajah dan kepala. Seiring dengan padamnya listrik di seluruh kota, wanita dan anak-anak berjalan menyusuri jalan mencari tempat berteduh meninggalkan rumah mereka yang panas.
"Kami terpaksa tidur di jalan-jalan," kata salah seorang warga bernama Muzafar Khan.
Partai politik yang berkuasa di provinsi selatan Pakistan dan pemerintah federal saling menyalahkan dan memperdebatkannya di parlemen. Beberapa orang mengatakan mereka di Karachi tidak bisa menemukan mobil untuk membawa peti mati keluarga mereka ke pemakaman dan bahkan jika mereka berhasil, penggali kubur menagih bayaran berlebihan.
"Saya benar-benar menangis ketika mendengar orang miskin tidak punya uang untuk membayar penggali kubur," kata anggota oposisi di parlemen, Abdul Rashid Godil.
AS Memveto Resolusi PBB Yang Menuntut Gencatan Senjata di Ga...
PBB, SATUHARAPAN.COM-Amerika Serikat pada hari Rabu (20/11) memveto resolusi Dewan Keamanan PBB (Per...