Korea yang Terpisah adalah Beberapa Dekade Kesedihan dan Kesakitan
PYONGYANG, SATUHARAPAN.COM - Di garis perbatasan antara Korea Utara dan Korea Selatan di dekat wilayah Panmunjom, jarak antara Korea Utara dan Korea Selatan hanya beberapa meter. Namun bagi Pendeta Dr Olav Fykse Tveit, Sekretaris Umum Dewan Gereja Dunia (World Council of Churches /WCC), jarak yang hanya beberapa meter itu gagal menutupi beberapa dekade rasa sakit dan kesedihan yang dialami oleh orang-orang di kedua Korea.
Saat mengunjungi garis perbatasan di sisi Korea Utara itu, Tveit mengatakan, "rasa sakit karena dipisahkan dirasakan oleh kedua Korea. Sulit untuk mengabaikan dan melarikan diri. Mereka adalah orang-orang yang dibagi, keluarga yang terpisah, merindukan perdamaian dan keadilan dan untuk bertemu kembali."
"Tujuan kami (WCC) adalah untuk bekerja menuju perdamaian dan reunifikasi," kata Tveit menyusul kunjungannya ke Korea Utara di mana ia menemui para pemimpin gereja yang baru diangkat oleh Korea Christian Federation (KCF) dan pemimpin pemerintah Korea Utara.
Selama kunjungannya selama lima hari, 21-25 September itu, Tveit didampingi oleh Metropolitan Prof Dr Gennadios dari Sassima, dari Ecumenical Patriarchate of Constantinople, dan Dr Mathews George Chunakara, direktur WCC Komisi Urusan Internasional Gereja-gereja.
Mereka juga mengunjungi Theological Seminary KCF dan gedung gereja Chigol, sebuah gereja di ibu kota Korea Utara, Pyongyang. Mereka ikut dalam kebaktian Minggu di Gereja Bongsang di Pyongyang, dan mengunjungi rumah gereja.
Kunjungan itu satu bulan sebelum Sidang Raya WCC ke-10 di Busan, Republik Korea Selatan dari 30 Oktober-8 November .
Selama pertemuan dengan ketua KCF, Pendeta Kang Myung Chul dan Ri Jong Ro, wakil ketua KCF dan direktur Hubungan Internasional, mereka berdiskusi termasuk potensi mengadakan pembicaraan di Jenewa pada awal tahun 2014 antara pemimpin gereja dari Korea Utara dan Korea Selatan.
Ide pembicaraan di Jenewa itu disampaikan dan diterima dengan baik dalam pertemuan selama satu jam di Pyongyang dengan Ketua Presidium Korea Utara Kim Yong-nam, Presidium Majelis Rakyat Tertinggi Korea Utara.
Tveit menegaskan kepada Kim Yong-nam komitmen WCC adalah bekerja untuk reunifikasi damai di Korea yang terpisah. Tveit mengatakan jika Sidang Raya WCC mendatang akan menjadi "kesempatan untuk berdoa dan mendorong perhatian masyarakat internasional, bekerja untuk memperbarui dukungan dan pemahaman tentang peran WCC untuk menciptakan dialog reunifikasi di Semenanjung Korea".
Ini bukan pertama kalinya WCC mengadakan pembicaraan dengan para pemimpin gereja Korea Utara dan Korea Selatan. WCC sudah terlibat dalam memfasilitasi pembicaraan antara gereja-gereja di Korea Utara dan Selatan sejak Tozanso Process (penyatuan umat kristen Korsel dan Korut) yang dimulai pada tahun 1984. Tetapi dengan kepemimpinan baru di KCF dan di pemerintahan Korea Utara, juga presiden baru di Korea Selatan, ada harapan bagi gereja-gereja di Korea Utara dan Korea Selatan, perubahan kepemimpinan itu memiliki dampak yang lebih besar pada gerak maju reunifikasi.
Isu keterpisahan Korea dan reunifikasi akan menjadi agenda pada pertemuan WCC. Rencananya akan ada sebuah pernyataan perdamaian dan reunifikasi semenanjung Korea yang akan diadopsi di Sidang Raya.
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...