Kota Terapung Menjawab Perubahan Iklim
SAN FRANSISCO, SATUHARAPAN.COM – Kota di permukaan samudera bisa menyelamatkan jutaan penduduk di negara kepulauan, yang terancam perubahan iklim. Tapi berbeda dengan yang lain, konsep milik Institut Seasteading ini bisa direalisasikan dalam waktu dekat.
Institut Seasteading yang didirikan oleh pemilik Paypal Peter Thiel itu, memerlukan waktu lima tahun untuk mendesain komunitas permanen dan inovatif yang mengapung di permukaan laut. Tidak tanggung-tanggung, institut tersebut mengklaim desainnya dibuat dengan merujuk pada delapan perintah moral, antara lain menyembuhkan orang sakit, menyejahterakan kaum miskin dan membersihkan atmosfer bumi.
Proyek pertama, akan dibangun di atas 11 panggung mengambang berbentuk persegi, yang susunannya bisa diatur sesuai kebutuhan penduduk kota layaknya kepingan puzzle.
Untuk tahap pertama pemerintah Polynesia Perancis berencana membangun kota untuk menampung antara 250 hingga 300 orang. Kota ini nantinya akan sepenuhnya menggunakan energi terbarukan dan dikelola dengan konsep ramah lingkungan.
Panggung mengambang tersebut, rencananya akan dibangun dari beton bertulang, dan bisa menampung gedung bertingkat tiga seperti hotel, apartemen atau pusat perbelanjaan dan memiliki usia pakai hingga 100 tahun. Setiap panggung akan dibuat sepanjang 50 meter dengan tinggi lima meter. Kota ajaib ini juga akan dilindungi oleh tembok laut setinggi 50 meter.
Setiap panggung, bisa dipindahkan ke lokasi lain dengan menggunakan kapal penyeret, dan dikaitkan dengan panggung lain buat membentuk formasi yang diinginkan.
Kebutuhan air, akan ditutupi dengan menyaring air laut dan sayuran atau buah bisa ditanam di rumah kaca dengan sistem akuaponik. Sementara sampah diangkut ke lokasi pengolahan yang dibangun di daratan.
Kota terapung di Haiti, terjangkau secara ekonomi terlihat dari ongkos pembangunan tahap pertama yang ditaksir senilai 167 juta Dollar AS atau sekitar Rp2,2 triliun. Ongkos pembangunan sebuah panggung mencapai 10 juta Dollar AS (Rp133 miliar), tidak berbeda dengan harga tanah di kota metropolitan seperti New York atau London.
Keunikan terbesar kota terapung adalah, kebebasan politik yang dinikmati penduduknya. Lantaran sifatnya yang mandiri dan bisa berpindah tempat, kota ini bisa memilih kota untuk melabuh. "Jika penduduknya tidak suka kebijakan sebuah kota, maka mereka bisa pindah ke kota lain," tulis Institut Seasteading. Keunikan tersebut diyakini akan memaksa pemerintah kota bekerja sesuai keinginan penduduk,yang dilansir situs dw.com.
Ada banyak gagasan inovatif lain untuk menghadirkan konsep pemukiman mengambang. Namun sejauh ini ide yang dikembangkan Institut Seasteading adalah, yang paling realistis dan terjangkau.
Meski begitu konsep kota terapung masih harus mengalami lusinan uji kelayakan untuk menghadapi berbagai bahaya seperti kebakaran, wabah penyakit, Tsunami atau kerusuhan sosial.
Editor : Eben E. Siadari
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...