KPAI akan Panggil Rumah Sakit Terlibat Vaksin Palsu
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) akan memanggil rumah sakit yang terlibat dalam kasus peredaran vaksin palsu sebagai pendalaman terhadap skandal kesehatan nasional itu. Pemerintah harus bertanggung jawab, dan melaksanakan pemeriksaan kesehatan anak terpapar vaksin palsu, bukan rumah sakit bersangkutan.
Hal tersebut sebagai respons KPAI atas laporan sejumlah orang tua yang merasa menjadi korban vaksin palsu di Rumah Sakit (RS) Harapan Bunda, Jakarta Timur, menyurati KPAI, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), seperti yang dikutip dari kpai.go.id.
Ada tujuh permintaan yang mereka sampaikan kepada tiga lembaga tersebut. Ketujuh permintaan itu adalah, menerbitkan daftar pasien yang diimunisasi di RS Harapan Bunda periode 2003-2016, medical check-up di rumah sakit lain yang ditentukan orang tua korban untuk mengetahui vaksin asli atau palsu, dan biaya medical check-up ditanggung Harapan Bunda, vaksin ulang harus dilakukan bila pasien terindikasi vaksin palsu dari hasil medical check-up, dan biaya vaksin ulang ditanggung Harapan Bunda.
Permintaan lain adalah, segala akibat dari vaksin yang berdampak pada pasien menjadi tanggung jawab Harapan Bunda berupa jaminan kesehatan full cover sampai waktu yang tidak ditentukan, bagi anak yang sudah melewati usia vaksinasi, Harapan Bunda wajib memberikan asuransi kesehatan untuk para pasien sampai batas waktu yang tidak ditentukan.
Orang tua juga meminta manajemen Harapan Bunda harus memberikan informasi terkini pada orang tua korban, termasuk informasi dari pemerintah atau instansi lain yang terkait dan bersifat proaktif, serta hal-hal lain yang belum tercantum dalam poin sebelumnya akan disampaikan selanjutnya.
"Dalam waktu dekat, KPAI akan memanggil pihak rumah sakit untuk klarifikasi dan mendalami siapa saja yang terlibat, apakah individu atau manajemen. Ini yang akan didalami sesegera mungkin," kata Wakil Ketua KPAI, Susanto, di Jakarta, Kamis (21/7).
Susanto mengatakan, sebaiknya pemeriksaan anak korban vaksin palsu, bukan dilakukan rumah sakit yang diduga terlibat, karena dapat menimbulkan bias dan netralitasnya diragukan.
Reputasi rumah sakit bersangkutan menjadi pertaruhan, apalagi dari aspek bisnis produk dan jasa kesehatan. "Hemat kami, negara yang seharusnya melakukan itu, bukan rumah sakit lokasi terjadinya vaksin palsu," kata dia.
Pendalaman atas skandal kesehatan nasional itu, karena juga dilatari permintaan orangtua kepada KPAI, untuk turut serta mendorong pemeriksaan kesehatan anak korban vaksin palsu.
Menurut dia, penyelesaian kasus vaksin palsu tentu bukan hanya berhenti pada proses hukum bagi pelaku, dan bukan pula sekadar memvaksin ulang para korban. Akan tetapi, harus ada jaminan anak yang menjadi korban aman dan sehat.
Selain itu, kata Susanto, perbaikan sistem perlindungan anak dari layanan kesehatan yang bermasalah harus menjadi.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Daftar Pemenang The Best FIFA 2024
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Malam penganugerahan The Best FIFA Football Awards 2024 telah rampung dig...