KPK dan BPK Capai Kesepakatan Kasus Sumber Waras
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Kelima pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendatangi Gedung Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan pertemuan dengan pemimpin BPK. Pertemuan itu mengkonklusikan kasus dugaan korupsi dalam pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.
“KPK hari ini berinisiatif menemui BPK. Sudah lama kami mendiskusikan hal ini, jadi hari ini adalah konklusinya saja. Kami sudah mencapai kesepakatan mengenai permasalahan pembelian RS Sumber Waras,” kata Ketua KPK, Agus Rahardjo, dalam konferensi pers bersama BPK di Gedung BPK Jalan Jendral Gatot Subroto, Bendungan Hilir, Tanah Abang, Jakarta Pusat, hari Senin (20/6).
Dalam awal konklusi, disampaikan oleh Agus, bahwa kedua lembaga saling menghormati kewenangan masing-masing dan telah melaksanakan kewenangan masing-masing.
KPK menyatakan bahwa sampai dengan saat ini belum menemukan perbuatan melawan hukum tindak pidana korupsi (Tipikor), sehingga belum membawa permasalahan Rumah Sakit Sumber Waras ke ranah penyidikan tipikor.
“KPK tidak menegasikan laporan hasil pemeriksaan investigasi yang telah disampaikan BPK kepada KPK,” ujar Agus.
BPK pun menyatakan bahwa telah terjadi penyimpangan dalam permasalahan Rumah Sakit Sumber Waras, sehingga berdasarkan amanat UU 1945, Pasal 23E Ayat 3, Pemprov DKI Jakarta tetap harus menindaklanjuti laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan Pemprov DKI Jakarta tahun 2014 yang telah diterbitkan oleh BPK.
“Ada rekomendasi BPK tertanggal per 1 Januari hingga 31 Desember tahun 2014 yang harus tetap ditindaklanjuti oleh Pemprov DKI Jakarta, dan itu bukan kewenangan KPK, tapi kewenangan BPK,” kata Anggota BPK, Eddy Mulyadi Soepardi.
Dikatakan pula olehnya, laporan hasil audit investigasi atas permintaan KPK kepada BPK bersifat afiliasi pro justitia sehingga tidak bisa dipublikasikan, tapi sudah diserahkan kepada KPK dan telah menjadi kewenangan KPK.
“Jadi mengenai keputusan ada tidaknya tindak pidana korupsi adalah kewenangan yang dimiliki KPK. Kami hanya ingin membantu KPK,” kata dia menambahkan.
KPK, melalui Agus, menyatakan tidak pernah bertentangan dengan BPK dalam penelusuran kasus Sumber Waras.
“Kami tidak bertentangan, baik hari ini, kemarin, maupun yang akan datang. Mudah-mudahan kami tetap bisa bersinergi,” kata Agus menegaskan.
Ditegaskan pula oleh Agus, bahwa mengenai adanya dugaan penyimpangan administrasi oleh Pemprov DKI Jakarta, akan didalami oleh tim teknis.
“Bisa saja ada penyimpangan administrasi, tapi belum tentu menjadi tindak pidana, jadi kami akan dalami melalui tim teknis dan segera kami laporkan,” ujar Agus.
Pernyataan dari KPK dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi III DPR RI, hari Rabu (15/6), menyatakan poin perbedaan antara laporan BPK dan KPK adalah pada penggunaan Peraturan Presiden No.40/2014 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden No.71/2012 tentang Penyelenggaraan Pengadan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
"Poin yang pokok perbedaan penggunaan aturan Perpres No 40/2014. Sebetulnya kalau menggunakan Perpres itu banyak yang disampaikan pada laporan BPK jadi gugur karena tidak diperlukan perencanaan dan syarat lain," katanya.
Hal tersebut berbeda dengan pendapat BPK dalam laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan DKI Jakarta 2014 yang menyatakan pembelian tanah itu berindikasi merugikan keuangan daerah hingga Rp 191,3 miliar karena harga pembelian Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terlalu mahal.
BPK mengacu pada harga pembelian PT Ciputra Karya Utama kepada Yayasan Kesehatan Sumber Waras tahun 2013 sebesar Rp 564,3 miliar.
Ciputra Karya Utama kemudian membatalkan pembelian lahan itu karena peruntukan tanah tidak bisa diubah untuk kepentingan komersial.
Editor : Eben E. Siadari
Albania akan Blokir TikTok Setahun
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah Albania menyatakan akan memblokir media sosial TikTok selama s...