KPK Ingin Masyarakat Dapat Koreksi Layanan Pemerintah
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ingin agar masyarakat dapat mengoreksi layanan yang diberikan pemerintah secara elektronik.
"Saya sering bicara di banyak kesempatan melawan korupsi KPK, perlu bekerja sama dengan penegak hukum lain tapi juga seluruh rakyat Indonesia. Bagaimana rakyat bisa mengoreksi layanan-layanan yang dilakukan pemerintah, mulai layanan pendidikan, layanan kesehatan, dan lainnya," kata Ketua KPK Agus Rahardjo dalam diskusi media di gedung KPK Jakarta, Selasa (12/1).
Agus kali ini, tidak didampingi oleh empat pimpinan lain, namun hanya ditemani sejumlah pejabat KPK seperti Deputi Pencegahan Pahala Nainggolan, Deputi Penindakan Heru Winarko, Direktur Gratifikasi Giri Suprapdiono, Direktur LHKPN Cahya Harefa.
"Desa juga punya dana yang tidak kecil. Jadi kami ingin mempersiapkan Kementerian Dalam Negeri bagaimana desa merencanakan kemudian melaksanakan pembangunan dari dana itu. `Tool` dari Kemendagri sampai tingkat desa, perencanaan kita beri alat, agar tidak melakukan hal-hal yang menjurus tindak pidana korupsi," kata Agus.
Selain itu, KPK menurut Agus akan mendorong keuangan negara yang terintegrasi dengan berdasarkan sistem elektronik.
"Teritegrasi juga terkait keuangan negara, kalau hari ini baru ada `e-procurement` dan seharusnya ada `e-budgeting`, berikutnya ada `e-monitoring`. Jadi kalau di seluruh Indonesia contohnya Ahok (Basuki Tjahaja Purnama), menggunakan `e-budgeting`, kalau diterapkan di seluruh Indonesia, Anda akan lihat `e-planning` dan `e-budgeting` kita akan secara partisipatif mengontrol dan melakukan koreksi, memberikan input, mengkritik jalannya pemerintahan yang sedang berjalan," kata Agus.
Menurut Agus, pengawasan tersebut nantinya bisa disinergikan dengan Undang-undang, sehingga bagi kementerian atau lembaga negara yang tidak menerapkan `e-procurement` (pengadaan barang/jasa berbasis elektronik) tidak akan mendapatkan status Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
"Kita juga mengandeng secara UU, agar masyarakat mempunyai hak menilai kinerja pemerintah atau laporan penyelengaraan negara, kalau tidak ada `e-procurement` maka tidak memperoleh WTP. Ini kan mengintegrasikan penindakan dan pencegahan, dan saya dalam banyak kesempatan akan juga menggandeng teman-teman Kepolisian dan Kejaksaan memerankan secara independen fungsinya, tidak langsung melakukan pengaturan tapi dalam rangka bekerja sama," kata Agus.
Monitoring itu, termasuk dengan melihat sejauh mana kasus-kasus pidana diproses di pihak kepolisian maupun kejaksaan.
"E-monitoring misalnya dilakukan oleh teman-teman di Polres atau di Kejaksaan negeri, jadi kita bisa lihat yang di kabupaten, mengapa itu kasus sudah lama tapi tidak diteruskan, dengan begitu semoga penindakan dikordinasikan dengan lebih masi, dan dengan partisiapsi Anda semua dan kerja sama instansi lain maka perilaku koruptif dalam layanan berkurang," kata Agus.
Agus juga berharap agar masyarakat tidak langsung berpikir, semua polisi maupun pegawai negeri sipil seluruhnya korupsi.
"Memang berdasarkan data ada tindak pidana korupsi di instansi tertentu, tidak usah disebutkan tapi bisa di DPR, kepolisian, kejaksaan dan bisa di tempat lain, tapi jangan dari awal punya `frame` akan melakukan tindakan korupsi,"kata Agus.
Sayangnya, Agus tidak mengatakan bentuk penindakan yang terintegrasi dengan aparat penegak hukum lain.
"Kalau nanya nyali saya tidak biasa jawab hari ini akan sombong kalau `declare` diri saya sangat bernyali, ikuti saja dalam perkembangan bagaimana langkah-langkah kami dalam penindakan dan pencegahan," kata Agus. (Ant)
Editor : Bayu Probo
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...