KPK Minta Pembahasan Revisi KUHAP Dihentikan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta pembahasan revisi Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHP) yang saat ini berada di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dihentikan.
"Ada tiga alasan yang bisa dijadikan dasar untuk menghentikan pembahasan revisi KUHAP yang dilakukan di Komisi III yang ketua kelompok kerjanya Azis Syamsudin dari Golkar, yaitu pertama waktu yang sempit dibanding masalah yang substansial dan kompleks," kata Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto, melalui pesan singkat di Jakarta, Kamis (6/2).
Menurut Bambang, waktu kerja DPR periode 2009-2014 hanya tersisa 108 hari kerja, padahal Daftar Isian Masalah (DIM) cukup banyak yaitu sekitar 1.169 butir ditambah pasal yang dibahas sangat banyak.
"Alasan kedua, naskah yang ada di tangan KPK masih jauh memadai karena mampu menjelaskan secara utuh masalah fundamental KUHAP mendatang dan solusi penanganannya," tambah Bambang.
Naskah yang dimaksud Bambang adalah naskah akademik tahun 2012 yang berasal dari tim penyusunan Rancangan Undang-undang (RUU) KUHAP dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
"Ketiga, rakyat sang pemilik kedaulatan justru disingkirkan dalam seluruh pembahasan yang saat ini terjadi. Begitu juga KPK sebagai user tidak pernah sekali pun diajak berpartisipasi," ungkap Bambang.
Salah satu butir yang memicu kontroversi dalam RUU KUHAP adalah kewenangan luar biasa bagi Hakim Pemeriksa Pendahuluan (Hakim Komisaris) untuk lanjut atau tidaknya penuntutan, penyitaan dan penyadapan dalam suatu proses pidana (termasuk kasus korupsi).
Hakim Komisaris juga punya kewenangan menangguhkan penahanan tersangka atau terdakwa, dengan jaminan uang atau orang.
Setidaknya ada 12 isu penting yang yang menjadi polemik dalam RUU KUHAP yang berpotensi melemahkan atau memangkas kewenangan KPK, yaitu pertama, dihapuskannya ketentuan penyelidikan, kedua KUHAP berlaku terhadap tindak pidana yang diatur di luar KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana), ketiga penghentikan penuntutan suatu perkara, keempat tidak memiliki kewenangan perpanjangan penahanan pada tahap penyidikan, kelima masa penahanan kepada tersangka lebih singkat.
Keenam, hakim dapat menangguhkan penahanan yang dilakukan penyidik, ketujuh penyitaan harus izin dari hakim, kedelapan penyadapan harus mendapat izin hakim, kesembilang penyadapan (dalam keadaan mendesak) dapat dibatalkan oleh hakim, kesepuluh, putusan bebas tidak dapat diajukan kasasi kepada Mahkamah Agung.
Kesebelas putusan Mahkamah Agung tidak boleh lebih berat dari putusan pengadilan tinggi, dan terakhir ketentuan pembuktian terbalik tidak diatur.
Menurut data Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi dan Reformasi Hukum, hanya ada 12-13 orang yang hadir dari anggota panitia kerja dalam proses pembahasan RUU KUHAP di DPR. (Ant)
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...