KPK Sita Mobil Tersangka Gatot
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ranu Miharja mengatakan bahwa penyidik KPK telah menyita mobil Toyota Fortuna milik tersangka Gatot Pujo Nugroho Gubernur Sumatera Utara nonaktif dan istrinya Evi Susanti dalam Kasus dugaan suap kepada hakim dan panitera Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan.
"Ketika itu penyidik telah melakukan penyitaan terhadap sebuah mobil yang diduga untuk melakukan kejahatan," kata Ranu dalam keterangan pers di Gedung KPK Jalan HR Rasuna Siad, Jakarta Selatan, hari Jumat (21/8).
Sementara itu, Plt Wakil Ketua KPK Johan Budi SP menyatakan selain menyita mobil, pihaknya juga telah mengamankan sejumlah dokumen yang diduga berkaitan dengan kasus tersebut.
Seluruh dokumen disita dari sejumlah penggeledahan yang sudah dilakukan penyidik di antaranya di rumah dan kantor Gatot, kantor PTUN Medan, kantor Sekretaris Dewan, rumah hakim dan panitera PTUN Medan serta sejumlah kantor satuan kerja perangkat daerah (SKPD) Pemprov Sumut di Medan.
"Sejumlah penggeledahan kemudian diikuti dengan penyitaan-penyitaan banyak dokumen," kata dia.
Kemudian kata Johan barang sitaan tersebut telah dititipkan ke Rumah Barang Rampasan (Rumbasan).
"Hanya satu mobil yang diduga kendaraan yang digunakan untuk proses tindak pidana korupsi tersebut. Sudah dititipkan di rumah barang rampasan," kata dia.
Gatot dan Evi disangkakan pasal 6 ayat 1 huruf a dan pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b dan atau pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU 20 tahun 2001 jo pasal 64 ayat 1 jo pasal 55 ayat 1 jo pasal 64 ayat 1 KUHPidana.
Pasal tersebut mengatur tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda paling kecil Rp150 juta dan paling banyak Rp 750 juta.
Selain Gatot dan Evi, KPK juga sudah menetapkan enam orang tersangka lain yaitu penerima suap terdiri atas Ketua PTUN Medan Tripeni Irianto Putro (TIP), anggota majelis hakim Amir Fauzi (AF) dan Dermawan Ginting (DG) serta panitera/Sekretaris PTUN Medan Syamsir Yusfan (SY), sedangkan tersangka pemberi suap adalah pengacara senior OC Kaligis dan anak buahnya bernama M Yagari Bhastara Guntur (MYB) alias Gerry.
Perkara ini dimulai ketika Kepala Biro Keuangan Pemerintah Provinsi Sumut Ahmad Fuad Lubis dipanggil oleh Kejaksaan Tinggi dan juga Kejaksaan Agung terkait perkara korupsi dana bantuan sosial provinsi Sumatera Utara tahun 2012-2014.
Atas pemanggilan berdasarkan surat perintah penyelidikan (sprinlidik) yang dikeluarkan oleh Kejati Sumut, Fuad pun menyewa jasa kantor pengacara OC Kaligis untuk mengajukan gugatan ke PTUN Medan.
Dalam putusannya pada 7 Juli 2015, majelis hakim yang terdiri dari ketua PTUN Medan Tripeni Irianto Putro dan anggota Amir Fauzi serta Dermawan Ginting memutuskan untuk mengabulkan gugatan Fuad.
Namun pada 9 Juli 2015, KPK melakukan OTT di PTUN Medan terhadap Tripeni dan Gerry sehingga didapatkan uang 5 ribu dolar AS di kantor Tripeni. Belakangan KPK juga menangkap dua hakim anggota bersama panitera/sekretaris PTUN Medan Syamsir Yusfan.
Selanjutnya diketahui juga bahwa uang tersebut bukan pemberian pertama, karena Gerry sudah memberikan uang 10 ribu dolar AS dan 5 ribu dolar Singapura.
Uang tersebut menurut pernyataan pengacara yang juga paman Gerry, Haeruddin Massaro berasal dari Kaligis yang diberikan ke Dermawan Ginting pada 5 Juli 2015.
Editor : Bayu Probo
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...