KPK Surati Panglima TNI untuk Hadirkan Kabakamla
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi menyurati Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmayanto agar memerintahkan Kepala Bakamla Laksamana Madya Arie Sudewo menghadiri sidang kasus dugaan korupsi pemberian suap kepada pejabat Badan Keamanan Laut Republik Indonesia.
"Karena beliau masih TNI aktif, dilakukan pemanggilan antar-pimpinan institusi. Jadi kemarin pimpinan KPK sudah bersurat kepada Panglima (TNI) minta bantuannya untuk memerintahkan yang bersangkutan hadir di persidangan, namun sampai hari ini beliau masih berhalangan," kata Jaksa Penuntut Umum KPK Kiki Ahmad Yani di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat (21/4).
Dalam sidang untuk terdakwa marketing/operasional PT Merial Esa Hardy Stefanus dan bagian operasional PT Merial Esa Adami Okta, jaksa memanggil Kabakamla Arie Sudewo dan seorang pihak swasta bernama Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi sebagai saksi, tapi keduanya tidak memenuhi panggilan.
"Sidang hari ini atas nama terdakwa Adami Okta dan Hardy Stefanus. Saksi yang kami panggil ada dua orang pertama Kabakamla Arie Sudewo. Kami sudah lakukan panggilan sebanyak 2 kali yang pertama beliau berhalangan karena ada dinas di Manado, kemudian yang kedua hari ini beliau masih berhalangan karena dinas di Australia dan barusan di sidang kami minta waktu pemanggilan satu kali lagi disertai dengan penetapan yang sudah disetujui majelis hakim," tambah jaksa Kiki.
Artinya dengan penetapan tersebut, Arie Sudewo dan Ali Fahmi harus menghadiri sidang lanjutan pada Jumat (28/4).
"Selanjutnya kami akan berkoordinasi dengan Puspom TNI karena ini yuridiksinya pengadilan militer, kami berkoordinasi dengan Puspom terkait pemanggilan tersebut," tambah jaksa Kiki.
Saksi Ali Fahmi menurut Kiki sudah tiga kali mangkir dalam sidang.
"Saksi kedua adalah Ali Fahmi yang sudah kami panggil tiga kali, sampai hari ini juga yang bersangkutan tidak hadir di persidangan. Kami sudah sampaikan panggilan secara patut dan sah dan bertemu istrinya tapi keberadaannya sampai sekarang tidak diketahui," ungkap jaksa Kiki.
Kehadiran Arie Sudewo maupun Ali Fahmi menurut Kiki dibutuhkan untuk melakukan klarifikasi terhadap fakta-fakta di persidangan seperti yang sudah disampaikan oleh saksi-saksi sebelumnya.
"Kenapa kami minta kedua saksi hadir di persidangan, supaya persidangan menjadi persidangan yang adil dan terbuka karena kedua orang ini banyak disebut saksi-saksi sebelumnya mengenai bagaimana proses penanggaran, proses lelang di Bakamla dan disebut-sebut mengenai persentase-persentase pemberian uang ke pejabat-pejabat tinggi di Bakamla dan pejabat lainnya.
Sehingga pesidangan ini adalah persidangan yang baik untuk saksi tersebut mengklarifikasi fakta-fakta di persidangan sehingga ada fakta yang berimbang dari pihak yang mengatakan fakta tersebut dan orang yang disangkut-pautkan dengan fakta itu," jelas jaksa Kiki.
Penetapan hakim untuk memanggi Arie dan Ali menurut Kiki berdasarkan pasal 159 ayat 2 KUHAP yaitu hakim ketua sidang dapat memerintahkan supaya saksi dihadapkan ke persidangan.
"Kalau dalam pasal 159 ayat 2 KUHAP jadi ketua majelis memerintahkan bahwa saksi tersebut untuk dihadirkan ke persidangan dalam artian majelis hakim punya pendapat yang sama dengan penutut umum mengenai urgensi atau substansi pentingnya keterangan kedua saksi tersebut," ungkap jaksa Kiki.
Dalam perkara ini, Adami Okta, Stefanus Hardy dan Direktur Utama PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah didakwa menyuap mantan Deputi Informasi, Hukum, dan Kerja Sama Bakamla Eko Susilo Hadi dan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) TA 2016 sebesar 100 ribu dolar Singapura, 88.500 ribu dolar AS, 10 ribu euro, Direktur Data dan Informasi Bakamla merangkap Pejabat Pembuat Komitment (PPK) Bambang Udoyo sebesar 105 ribu dolar Singapura; Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla Nofel Hasan 104.500 dolar Singapura; dan Kasubag TU Sestama Bakamla Tri Nanda Wicaksono Rp 120 juta sehingga total suap adalah 309.500 dolar Singapura, 88.500 dolar AS, 10 ribu euro dan Rp 120 juta.
Kabakamla Arie Sudewo dalam dakwaan disebut meminta jatah 7,5 persen dari total anggaran pengadaan proyek "monitoring satellite" (satmon) di Bakamla.
Permintaan itu disampaikan pada Oktober 2016 di ruangan Arie yang menyampaikan kepada Eko Susilo Hadi agar meminta jatah 15 persen dari nilai pengadaan untuk Kabakamla, sedangkan 7,5 persen untuk Bakamla dan akan diberikan dulu sebesar 2 persen.
Adami Okta dan Hardy Stefanus juga memberikan 6 persen dari anggaran awal yaitu Rp 400 miliar sebesar Rp 24 miliar ke Ali Fahmi pada 1 Juli 2016 di Hotel Ritz Carlton Kuningan.
Ali Fahmi adalah orang yang menawarkan kepada Fahmi untuk "main proyek" dengan harus mengikuti arahan Ali Fahmi supaya dapat menang dengan memberikan fee sebesar 15 persen dari nilai pengadaan.
Fahmi Darmawansyah pun pernah menyebutkan berdasarkan keterangan Ali Fahmi kepadanya bahwa uang Rp 24 miliar dari Fahmi Darmawansyah diberikan ke pihak-pihak lain seperti Balitbang PDI Perjuangan Eva Sundari, anggota Komisi XI DPR RI dari fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Bertus Merlas, anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Fayakun Andriadi, Bappenas dan Kementerian Keuangan. (Ant)
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Jerman Berduka, Lima Tewas dan 200 Terluka dalam Serangan di...
MAGDEBURG-JERMAN, SATUHARAPAN.COM-Warga Jerman pada hari Sabtu (21/12) berduka atas para korban sera...