KPK Syukuri Putusan Kasasi Luthfi 18 Tahun Penjara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi mensyukuri putusan kasasi Mahkamah Agung terhadap mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera Luthfi Hasan Ishaaq menjadi 18 tahun penjara.
Selain itu, putusan kasasi MK juga mencabut hak politik untuk dipilih dalam jabatan publik terkait perkara pemberian suap untuk pengurusan kuota impor daging sapi di Kementerian Pertanian dan tindak pidana pencucian uang.
"KPK mensyukuri putusan MA yang progresif dan protektif terhadap peternak sebagai segmen kaum lemah yang ditindas," kata Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas melalui pesan singkat yang diterima di Jakarta, Selasa (16/9).
Putusan kasasi itu dijatuhkan pada Senin (15/9) dengan ketua majelis kasasi yang juga Ketua Kamar Pidana MA, Artidjo Alkostar dan anggota majelis Hakim Agung M Askin dan MS Lumme.
Putusan itu lebih berat dibanding dengan putusan Pengadilan Tinggi pada 25 April 2014 lalu yang hanya memutuskan agar Luthfi dipidana selama 16 tahun penjara dengan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
"Kasus ini bagi KPK merupakan korupsi sistemik berupa sejumlah kebijakan-kebijakan pemerintah untuk mengimpor sapi dengan menelantarkan peternak sapi sebagai rakyat kelas bawah yang seharusnya diproteksi oleh pemerintah agar mampu memenuhi kebutuhan daging sapi dalam negeri," tambah Busyro.
Vonis itu sendiri sesuai dengan tuntutan KPK yang meminta Luthfi divonis 10 tahun penjara untuk perkara tindak pidana korupsi dan 8 tahun penjara untuk kejahatan pencucian uang ditambah pencabutan hak politik.
Dalam pertimbangan kasasinya, hakim menilai selaku anggota DPR, Luthfi terbukti melakukan hubungan transaksional dengan mempergunakan kekuasaan elektoral demi imbalan atau fee dari pengusaha daging sapi.
Ia juga terbukti menerima janji pemberian uang senilai Rp 40 miliar dari PT Indoguna Utama dan senilai Rp 1,3 miliar, telah diterima melalui orang dekat Luthfi, Ahmad Fathanah.
"Adanya unsur mentransaksikan kekuasaan untuk memburu rente suap Rp 1,3 miliar dari Rp40 miliar yang diperjanjikan adalah bukti terdapatnya pelanggaran HAM ekonomi sosial budaya kaum peternak. Pelakunya anggota DPR dan Presiden PKS yang melakukan `trading in influence` jabatan publiknya," tambah Busyro.
Hakim Agung Artidjo Alkostar, mengatakan perbuatan Luthfi sebagai anggota DPR dengan melakukan hubungan transaksional telah mencederai kepercayaan rakyat yang telah memilihnya sebagai anggota DPR RI.
Artidjo mengungkapkan, dalam pertimbangannya, majelis kasasi menilai judex facti (pengadilan tipikor dan PT DKI Jakarta) kurang mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan seperti disyaratkan pada 197 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) di dalam pertimbangan hukumnya (onvoldoende gemotiveerd).
Hal yang memeberat itu adalah, Luthfi sebagai anggota DPR melakukan hubungan transaksional dengan mempergunakan kekuasaan elektoral demi fee sehingga menjadi ironi demokrasi karena sebagai wakil rakyat, Luthfi tidak melindungi dan memperjuangkan nasib petani peternak sapi nasional.
Dalam perkara ini, Luthfi terbukti memang melakukan tindak pidana korupsi dari pasal 12 huruf a UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sedangkan untuk TPPU, putusan tersebut berdasarkan pasal 3 ayat (1) huruf a, b, dan c serta pasal 6 ayat (1) huruf b dan c UU No 15 tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan UU no 25 tahun 2003 tentang perubahan atas UU No 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian uang jo pasal 65 ayat (1) KUHP.
Terkait dengan perkara ini, PT DKI Jakarta juga memperberat hukuman orang dekat Luthfi, Ahmad Fathanah alias Olong menjadi menjadi 16 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan pada 26 Maret 2014 lalu. (Ant)
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...