KSI Tuntut DPR Tunda Bahas RUU Kebudayaan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Koalisi Seni Indonesia (KSI) saat ini menuntut kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengenai adanya penundaan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kebudayaan yang saat ini masih dalam tahap pembahasan. Hal ini tertuang dalam siaran pers yang diterima satuharapan.com pada Sabtu (9/8).
KSI menyebut ada beberapa alasan penting RUU tersebut agar ditunda pembahasannya, antara lain selama ini isi draft dari RUU tersebut tidak menjawab kebutuhan pengembangan kebudayaan yang riil di masyarakat.
KSI menganggap RUU Kebudayaan hanya akan menciptakan banyak lembaga yang berfungsi sebagai “polisi kebudayaan” seperti yang tersirat dalam RUU ini. Mekanisme “polisi kebudayaan” tersebut hanya akan memicu kemunduran pada pertumbuhan kebudayaan, karena saat ini budaya Indonesia dapat mengalami pengekangan, padahal sesungguhnya memiliki potensi besar menyumbang pada peradaban global.
Ketua Pengurus KSI, Abduh Aziz mengatakan pemerintah seharusnya memperhatikan aspirasi gerak, dinamika, dan inisiatif warga yang telah banyak memberi kontribusi pada bidang kebudayaan, termasuk kelompok minoritas.
“Saat ini kami masih butuh jaminan kebebasan berekspresi dan berinisiatif; dukungan infrastruktur dan sumber daya yang memungkinkan dinamika dan inisiatif tersebut bertumbuh dengan sehat, dan sumber daya bidang budaya yang dikelola secara tranparan dan akuntabel, serta kebijakan-kebijakan yang dapat menstimulasi tumbuhnya dukungan terhadap pengembangan kebudayaan dari masyarakat maupun korporasi,” kata Abduh.
Direktur Program Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2006-2009 ini menilai intervensi Pemerintah melalui RUU Kebudayaan tidak menunjukkan hasil kerja yang konkrit. Hal yang justru lebih konkrit dikerjakan Pemerintah di bidang kebudayaan ketika dibuat Undang-Undang Penyiaran untuk membendung pengaruh buruk televisi atau penguatan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Dia juga mencontohkan pula intervensi Pemerintah di bidang kebudayaan melalui pers dan film juga lebih konkrit dibandingkan RUU Kebudayaan.
Ketua Pengurus KSI juga menyampaikan bahwa lembaga yang dipimpinnya dalam dua tahun terakhir sangat memahami benar dampak dan pengaruh kebijakan dan peraturan terhadap pengembangan seni dan kebudayaan.
Aziz berpandangan RUU Kebudayaan yang digodok Komisi X DPR RI tidak ada tolak ukurnya. Karena mengundang-undangkan kebudayaan berarti hasil pemikiran, olah rasa, gagasan, ekspresi, dan keseluruhan aspek hidup orang hendak diatur sepenuhnya oleh negara.
KSI meminta lebih banyak unsur masyarakat dilibatkan pada pembahasan RUU Kebudayaan karena masa kerja DPR yang singkat mulai dari pertengahan Agustus hingga akhir September jangan dijadikan alasan untuk bekerja terburu-buru.
“Sekaligus meminta agar DPR turut melibatkan Koalisi Seni pada pembahasan RUU Kebudayaan ini,” tutup Aziz. (PR).
Editor : Bayu Probo
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...