Kualitas Udara Jabodetabek Tidak Sehat
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Berdasarkan pemantauan kualitas udara yang dilakukan oleh Greenpeace Indonesia sejak Januari hingga Juni di 21 lokasi, kualitas udara di Jabodetabek terindikasi telah memasuki level tidak sehat. Temuan ini serupa dengan hasil pemantauan udara yang juga dilakukan oleh Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta. Angka Particulate matter (PM)2.5 harian di sejumlah lokasi tersebut jauh melebih standar WHO yaitu 25mikrogram /m3 dan juga Baku Mutu Udara Ambien Nasional, yaitu 65mikrogram/m3.
Di wilayah Jakarta Pusat, misalnya, hanya kurang dari 20 hari yang menunjukkan kualitas udara yang baik selama kurun waktu enam bulan pertama. Kondisi serupa juga terjadi di wilayah Jakarta Selatan. Hal ini pertanda buruk bagi penduduk Jakarta maupun penduduk sekitar Jakarta. Konsentrasi polutan PM2,5 yang tinggi sangat berbahaya bagi masyarakat khususnya kelompok sensitif, seperti anak-anak, ibu hamil, dan kelompok lanjut usia.
Dengan menggabungkan analisis risiko dari Global Burden of Disease Project yang dilaksanakan the Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) dan tingkat PM2.5 tahunan, Greenpeace dapat menghitung meningkatnya resiko kematian karena penyakit tertentu pada berbagai tingkat PM2.5 tahunan. Salah satu hasil perhitungan, resiko kematian akibat penyakit stroke di 21 lokasi pemantauan meningkat dua kali lebih tinggi akibat tingginya konsentrasi PM2.5.
“Oleh sebab itu, keberadaan perangkat pemantauan udara khususnya yang bisa memantau konsentrasi PM2,5 sangat penting,” kata Bondan Andriyanu, Jurukampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, di Jakarta pada Selasa (31/7) yang dilansir greenpeace.org.
Mengetahui data polutan tersebut adalah langkah awal dari berbagai hal. Pertama, masyarakat bisa mengetahui kondisi udara terkini dan melakukan langkah preventif seperti menggunakan masker yang tepat, atau bahkan mengurangi aktivitas di tempat yang memiliki kadar PM2,5 yang tinggi. Kedua, menjadi dasar bagi pemerintah daerah untuk merancang kebijakan untuk mencegah kondisi udara lebih buruk lagi.
Greenpeace pun melihat pemantauan kualitas udara di wilayah Jakarta yang dilakukan oleh Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Jakarta saat ini belum memadai. Hanya terdapat lima lokasi pemantauan dengan dengan data kualitas udara yang belum real-time. Bahkan belum mencantumkan konsentrasi PM2,5. Maka itu, Pemerintah Daerah DKI Jakarta dan pemerintah daerah lainnya yang terkait perlu melakukan pemantauan PM2,5.
Selanjutnya, Bondan mengatakan, “Pemerintah harus memberikan informasi dan pendidikan mengenai bahaya kesehatan polusi udara kepada masyarakat dan melakukan koordinasi lintas lembaga untuk mencapai kualitas udara yang layak.”
Greenpeace pun mendorong pemerintah pusat untuk menyusun dan melaksanakan strategi dengan target dan pentahapan yang jelas untuk memperbaiki kualitas udara, serta meningkatkan standar kualitas udara.
Editor : Eben E. Siadari
Tentara Ukraina Fokus Tahan Laju Rusia dan Bersiap Hadapi Ba...
KHARKIV-UKRAINA, SATUHARAPAN.COM-Keempat pesawat nirawak itu dirancang untuk membawa bom, tetapi seb...