Kudeta Sudan, Kantor PM Sebut Hamdok Otoritas Eksekutif Yang Diakui
KHARTOUM, SATUHARAPAN.COM-Kantor Perdana Menteri Sudan pada hari Selasa (26/10) menyerukan pembebasan Perdana Menteri, Abdalla Hamdok, dan orang lain yang ditahan bersamanya oleh pemimpin militer yang melancarkan kudeta.
Kantor itu mengatakan bahwa Hamdok tetap menjadi "otoritas eksekutif yang diakui oleh rakyat Sudan dan dunia," kata kantor itu di halaman Facebook-nya. Ia menambahkan bahwa tidak ada alternatif selain protes, pemogokan dan pembangkangan sipil.
Perdana Menteri Sudan yang digulingkan dan istrinya telah diizinkan pulang pada Selasa, sehari setelah mereka ditahan ketika militer merebut kekuasaan dalam kudeta, menurut sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh kantornya.
Pembebasan Perdana Menteri Abdallah Hamdok dan istrinya menyusul kecaman internasional atas kudeta dan seruan bagi militer untuk membebaskan semua pejabat pemerintah yang ditahan ketika Jenderal Abdel-Fattah Burhan merebut kekuasaan pada hari Senin (25/10).
Pernyataan kantor Hamdok mengatakan pejabat pemerintah lainnya tetap ditahan, lokasi mereka tidak diketahui. Perdana menteri yang digulingkan dan istrinya berada di bawah "pengamanan berat" di rumahnya di lingkungan kelas atas di Kafouri di ibu kota Khartoum, kata seorang pejabat militer. Dia berbicara dengan syarat anonim karena dia tidak berwenang memberi pengarahan kepada media, dan pejabat itu tidak mengatakan apakah mereka bebas untuk pergi atau menelepon.
Sebelumnya, Burhan mengatakan Hamdok ditahan untuk keselamatannya sendiri dan akan dibebaskan. Namun dia memperingatkan bahwa anggota lain dari pemerintah yang dibubarkan dapat diadili ketika protes terhadap kudeta berlanjut di jalan-jalan.
Militer merebut kekuasaan dalam sebuah langkah yang dikecam secara luas di luar negeri. Pada hari Selasa, demonstran pro-demokrasi memblokir jalan-jalan di ibu kota dengan barikade darurat dan membakar ban. Pasukan menembaki massa sehari sebelumnya, menewaskan empat pengunjuk rasa, menurut dokter.
Dalam penampilan publik keduanya sejak merebut kekuasaan, Burhan mengatakan militer dipaksa turun tangan untuk menyelesaikan krisis politik yang berkembang.
“Ada orang-orang yang berbicara tentang diskriminasi terhadap orang lain, dan itu mendorong negara ini memasuki perang saudara yang akan mengarah pada perpecahan negara ini, merusak kesatuannya, strukturnya, dan masyarakatnya. Bahaya ini ada di depan kita,” kata Burhan dalam konferensi pers yang disiarkan televisi.
Tapi kudeta itu terjadi kurang dari sebulan sebelum Burhan seharusnya menyerahkan kepemimpinan Dewan Berdaulat yang menjalankan negara itu kepada warga sipil, sebuah langkah yang akan mengurangi kekuasaan militer.
“Seluruh negara menemui jalan buntu karena persaingan politik,” kata Burhan. “Pengalaman selama dua tahun terakhir telah membuktikan bahwa partisipasi kekuatan politik di masa transisi itu cacat dan menimbulkan perselisihan.”
Hamdok telah ditahan di rumah Burhan, kata sang jenderal, dan dalam keadaan sehat. Tetapi dari banyak pejabat senior pemerintah lainnya yang ditahan Senin, Burhan menuduh bahwa beberapa orang mencoba menghasut pemberontakan di dalam angkatan bersenjata, dengan mengatakan mereka akan diadili. Orang lain yang ditemukan "tidak bersalah" akan dibebaskan, tambahnya.
Pengambilalihan itu terjadi setelah berminggu-minggu meningkatnya ketegangan antara para pemimpin militer dan sipil selama perjalanan dan langkah transisi Sudan menuju demokrasi. Ini mengancam akan menggagalkan proses itu, yang telah berkembang dengan baik dan dimulai sejak penggulingan otokrat lama Omar Al-Bashir dalam pemberontakan populer dua tahun lalu.
Pada pertemuan darurat Dewan Keamanan PBB pada hari Selasa, Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, mendesak kekuatan dunia untuk bersatu untuk menghadapi “epidemi kudeta” baru-baru ini. Tetapi badan paling kuat di PBB itu tidak mengambil tindakan selama konsultasi tertutup tentang Sudan, sebuah negara di Afrika yang dihubungkan oleh bahasa dan budaya dengan dunia Arab.
Kantor Hamdok telah menyuarakan keprihatinan atas keselamatannya dan para pejabat lainnya yang ditahan. Dalam sebuah pernyataan, kantor tersebut menuduh para pemimpin militer bertindak bersama-sama dengan kelompok Islamis, yang telah mendukung pemerintahan militer, dan politisi lain yang terkait dengan Partai Kongres Nasional yang sekarang dibubarkan, yang mendominasi Sudan selama pemerintahan yang didukung oleh Al-Bashir. (Reuters/AP)
Editor : Sabar Subekti
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...