Kurtubi Minta Kritik Rizal Ramli Tidak Diperpanjang
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Kurtubi, mengatakan Indonesia membutuhkan elektrifikasi yang besar. Menurut dia, kapasitas pembangkit listrik harus ditingkatkan sehingga mencapai angka 85 persen.
“Kita memang sangat membutuhkan tambahan kapasitas pembangkit listrik untuk bisa meningkatkan elektrifikasi rasio yang secara nasional masih rendah, sekitar 85 persen,” ucap Kurtubi dalam siaran pers yang diterima satuharapan.com, di Jakarta, Rabu, (19/8).
Menurut dia, rata-rata konsumsi listrik masyarakat Indonesia masih jauh lebih rendah ketimbang negara tetangga, Malaysia. Dengan perbandingan tingkat konsumsi 1:5 antara Indonesia dengan Malaysia, terlihat bahwa Malaysia jauh lebih makmur ketimbang Indonesia.
Lebih lanjut, Kurtubi mengatakan konsumsi listrik per kapita Indonesia menurut data IEA tahun 2012 hanya sebesar 733 kWh, sedangkan Malaysia ada di 4.313 kWh/kapita. Sementara itu Singapura di 8.690 kWh/kapita dan Jerman 7.270 kWh/kapita. Sedangkan kapasitas tenaga listrik terpasang sampai akhir tahun 2014, kurang lebih 50.000 megawatt untuk memenuhi kebutuhan 250 juta jiwa bangsa Indonesia.
“Di Nusa Tenggara Barat (NTB) paling tinggi rasio elektrifikasi hanya sekitar 65 persen. Hal ini diperhitungkan dari tingkat konsumsi rumah tangga saja. Padahal pemerintah juga sedang giat membangun kawasan timur Indonesia,” kata dia.
“Investasi dan pertumbuhan ekonomi mustahil bisa ditingkatkan jika listrik kurang,” Kurtubi menambahkan.
Untuk itu, politikus Partai Nasdem Kurtubi meminta polemik soal kebutuhan 35 ribu megawatt listrik yang diangkat Rizal Ramli tidak perlu diperpanjang. Dia menyarankan pemerintah lebih berkonsentrasi untuk mencari solusi menyempurnakan sistem investasi dan pembangunan kelistrikan nasional. Agar ekonomi dan kesejahteraan masyarakat tidak semakin tertinggal dibanding dengan negara-negara tetangga.
Oleh karena itu, kata dia, Komisi VII DPR RI meminta pemerintah untuk serius membangun PLTN (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir) demi mengejar ketertinggalan elektrifikasi nasional dari negara lain.
“Kami meminta Pemerintah (ESDM dan Dewan Energi Nasional) untuk merevisi Kebijakan Energi Nasional (KEN) dengan tidak lagi PLTN ditempatkan sebagai opsi terakhir,” tutur Kurtubi.
Editor : Eben E. Siadari
Laporan Ungkap Hari-hari Terakhir Bashar al Assad sebagai Pr...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Presiden terguling Suriah, Bashar al Assad, berada di Moskow untuk menghad...