Label Pada Kemasan Makanan Sering Menipu
WASHINGTON DC, SATUHARAPAN.COM - Tren kuliner saat ini semakin berkembang, banyak restoran atau rumah makan bak jamur di musim hujan, chef-chef terkenal mulai bermunculan, menampilkan menu yang sehat, segar, dan bergizi tinggi, serta toko bahan pangan yang menjual produk bermerek dan menjanjikan kualitas. Tapi apakah benar semua makanan yang terbaik tersebut yang kita makan sehari-hari?
Sebagaimana dilaporkan skandal daging kuda di Eropa pada Februari lalu yang dilakukan perusahaan besar berbasis di Swiss, di mana produk yang diberi label daging sapi ternyata ditemukan mengandung 100 persen daging kuda. Hal ini diketahui dari tes DNA. Selain itu pedagang China yang menjajakan daging tikus sebagai daging domba. Pelakunya telah ditangkap pada beberapa bulan lalu saat musim semi, berdasarkan laporan New York Times.
Pada banyak kasus seringkali orang tidak pernah tahu bahan makanan apa yang sebenarnya kita makan. “Mengontrol jumlah penipuan yang terjadi sehari-hari dari industri makanan adalah hal yang tidak mungkin,” kata Michael Robert, profesor hukum dan kebijakan pangan dari University of California Los Angeles (UCLA) dan juga direktur Pusat Hukum dan Kebijakan Pangan Amerika. “Hampir semuanya bisa dipalsukan dengan berbagai alasan,” ia menambahkan, “dari menjanjikan makanan sehat untuk konsumen dan juga mengurangi biaya distribusi. Ini adalah masalah yang dialami seluruh dunia.”
Penelitian dari Biomed Central menemukan di Afrika Selatan, hampir 80 persen produk yang dilabel “game” atau hewan yang boleh diburu untuk dimakan, sebenarnya mengandung sejumlah daging “nongame”, meliputi jerapah, rusa, dan kangguru. Dan yang paling mengerikan adalah zebra gunung, spesies yang dicatat hampir punah oleh International Union for Conservation of Nature.
Makanan Laut
Bahan makanan laut (seafood) juga menjadi topik utama pada awal tahun ini ketika Oceana, lembaga nonprofit internasional untuk konservasi laut, mengumumkan sepertiga sampel ikan berdasarkan survei yang mereka lakukan ternyata diberi label yang salah.
Investigasi menemukan penipuan tingkat tinggi terkain ikan kakap merah. Dari 120 sampel ikan tersebut hanya tujuh yang benar-benar ikan kakap merah, selebihnya adalah nila, rockfish, dan tilefish, spesies yang dikenal mengandung merkuri dan telah masuk daftar FDA sebagai makanan berbahaya bagi wanita hamil dan anak-anak.
“Di manapun kami melakukan tes selalu menemukan pemalsuan,” kata Beth Lowell, Direktur Kampanye Oceana.
Jus Buah Palsu
Jus buah adalah target UCLA lainnya. Kebanyakan jus dalam minuman adalah buah apel, meskipun diberi label blueberry atau cranberry. “Jus apel adalah yang termurah, dan pabrik tidak perlu mencantumkannya dalam label.”
Mary Donovan dari Asosiasi Produk Jus, seorang advokat untuk industri produk jus, mengatakan bahwa hukum federal membutuhkan daftar komposisi pada label minuman jus untuk mengetahui total persentase kadar buah yang terkandung dalam minuman.
Badan Pangan dan Obat Amerika (FDA) juga akan melakukan tindakan sepanjang tahun ini sebagai bentuk respon terhadap komplain yang mereka terima terkait pemalsuan jus pomegranate. Setelah dilakukan tes terhadap beberapa produk, lembaga itu mengeluarkan pernyataan waspada terhadap produk jus asal Turki dan Iran sejak Februari lalu. Sebab, produk itu mengandung bahan yang tidak dicantumkan seperti blackcurrant, apel, pir atau ceri di dalam jus pomegranate.
Pemalsuan makanan bukan hanya masalah pemberian label, tapi juga meliputi bahan yang tidak layak seperti menambahkan melamin pada produk susu di China yang dilaporkan telegraph.co.uk. Bisa juga persoalan salah memberi label seperti minyak bunga matahari dijual sebagai minyak zaitun. Ada juga produk yang diencerkan dengan air, atau produk yang menggunakan bahan pengganti lain yang tidak semestinya seperti gula bit yang seharusnya menggunakan madu.
Madu Palsu
Vaughn Bryant, Direktur Laboratorium Palinologi Texas A&M dan juga ahli penyerbukan tumbuhan, mengatakan perlunya waspada saat membeli madu di toko, karena kebanyakan bukan mengandung madu. Dilansir dari National Geographic, China yang mengaku produk madunya menggunakan tarif anti dumping, membuat pemerintah Amerika memaksakan menarik kembali produk yang terjual kurang dari harga pasar tersebut, di mana produk madu China tersebut sudah beredar melalui cara penyelundupan.
Pada 2011, Bryant mengetes madu dari beberapa toko bahan makanan nasional dan toko obat. Ditemukan hampir semua bukan madu alami. FDA mengumumkan waspada terhadap produk madu yang diimpor dari India, Malaysia, Selandia Baru, Arab Saudi, Turki, dan Vietnam. Alasannya terkait gula sintetis, seperti gula jagung atau tebu, yang bentuk fisiknya memang menyerupai madu alami.
Perubahan Kebijakan
Pada 2011 Presiden Amerika Barrack Obama telah menandatangani Lembaga Modernisasi Keamanan Pangan yang akan memberi FDA wewenang lebih untuk meningkatkan investigasi terhadap produk makanan, dengan fokus utama terhadap pencegahan masalah kesehatan yang diakibatkan oleh makanan (foodborne disease).
Robert mengatakan, “Solusinya adalah perpaduan pelaksanaan yang jujur, kebijakan yang lebih baik untuk mengidentifikasi makanan, dan kerja sama di antara sejumlah industri, peneliti, pemerintah, dan konsumen."
Pada saat bersamaan, FDA merekomendasikan orang harus membeli dari sumber yang terpercaya dan mengeceknya di seafood list pada website FDA. Situs itu akan memberi penjelasan mengenai nama di pasaran terhadap sejumlah jenis ikan. Konsumen juga harus hati-hati terhadap harga murah yang diberikan oleh produk tertentu yang seharusnya berharga mahal.
Editor : Sabar Subekti
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...