Laju Deforestasi Tinggi Mana Tanggung Jawab Pemerintah?
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Forest Watch Indonesia (FWI) mempertanyakan letak tanggung jawab pemerintah terkait tingginya laju deforestasi (penggundulan hutan) yang masih menjadi penyakit utama potret hutan Indonesia.
“Dari potret buram wajah hutan Indonesia, yang paling salah dan paling pantas diminta pertanggungjawabannya adalah pemerintah Republik Indonesia,” kata Ketua Perkumpulan FWI Togu Manurung di Sere Manis, Sabang, Jakarta Pusat pada Kamis (15/1) siang.
Togu menilai, Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) yang saat ini beroperasi hanya 42 persen dari total 272 unit manajemen yang dilaporkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).
“Dari yang dilaporkan 42 persen ini di lapangan juga tidak semuanya aktif. Sebetulnya KPH sudah dihentikan sejak dulu karena yang ada sekarang ini beroprasi pun tinggal menunggu waktu untuk berhenti. Mereka secara umum tidak melakukan praktik hutan lestari,” kata Togu.
Padahal dalam persoalan kehutanan, menurut Togu yang paling penting adalah melakukan praktik pengolahan hutan lestari.
“Dan inilah yang tidak terjadi. Yang terjadi adalah hutan dikuras habis dan hasilnya hutan Indonesia mengalami laju deforestasi yang sangat tinggi,” ujar dia.
Korupsi Hutan
FWI menegaskan, akar masalah dari seluruh kerusakan hutan adalah persoalan korupsi.
“Jadi laju deforestasi yang tinggi, yang menjadi catatan tertinggi dunia adalah ulah dari sistem politik dan eknomi yang korup di republik ini, yang memanfaatkan sumber daya hutan untuk kepentingan pribadi,” Togu menegaskan.
Fakta korupsi hutan menurut Togu hingga kini sudah banyak bergulir. Menurutnya ada beberapa konglomerat besar di Indonesia yang lahir dari sektor kehutanan. Sampai sekarang pun, FWI mencurigai di pusat dan di daerah masih bergulir korupsi hutan.
“Jadi akar masalah ini yang harus di benahi, salah satunya adalah di hal perizinan,” ujar Togu.
FWI menilai penerbitan izin konsesi hutan adalah ladang korupsi yang menimbulkan dampak buruk.
Menurut mereka, ada banyak hal yang harus direvisi dan dikoreksi dalam hal nota perizinan konsesi hutan ini.
Perizinan pun dinilai menjadi penting sebagai suatu instrumen. “Masalah perizinan ini penting untuk diperbaiki meskipun hutannya sudah babak belur,” ujar Togu.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...